Masih ingat jelas dalam benakku saat masih duduk di
bangku sekolah. Saat aku menjelma menjadi anak badung bersama kelima temanku. Ya,
teman-teman lain menganggap kami sebuah geng,
gengster,, haha.. karena kedekatan
yang tak pernah diduga, akhirnya kami menamakan perkumpulan kami dengan sebutan
Bahetake. Sebuah singkatan yang
kepanjangannya hanya diketahui oleh kami berenam. Setiap kami memiliki ciri
yang menjadi kekhasan dari masing-masing kami. Buatku, persahabatan kami penuh
warna kebadungan anak remaja. Ya, kami selalu melakukan apa yang ingin kami lakukan
tanpa harus banyak pertimbangan. Kami lakukan dan kami nikmati sensasinya. Ya,
begitulah.
Kedekatan tersebut membuat kami selalu bersama. Melakukan
hal-hal yang mungkin bagi teman-teman lain adalah hal bodoh. Bagiku tidak
demikian, ini imajinatif. Dan tidak semua orang dewasa yang memahaminya. Kami suka
melakukan hal yang tidak dilakukan orang lain. Hal-hal yang terkadang membuat
kami sendiri terpukau. Tidak pernah membayangkan bahwa apa yang kami lakukan
adalah hal yang tidak pernah terlupakan oleh kami, sampai kami berpisah
sekalipun.
Biasanya sehabis jam olahraga, di mana teman-teman lain
berkumpul di kantin sekolah, sedang kami membeli makanan dan berkumpul di tengah
lapangan. Menikmati makanan kami dengan penuh tawa. Ngobrol ngawur kidul. Kami menikmati kebersamaan. Atau di jam
kosong ketika guru mata pelajaran tidak hadir, biasanya teman-teman lain
terpekur di dalam kelas dengan beragam aktivitas yang menurutku membosankan. Sedang
kami keluar kelas menuju ‘tempat mangkal’ (di belakang kelas gedung lantai dua),
membawa majalah-majalah penuh dengan gambar dan warna, tidak tertinggal buku
lagu dan buku TTS. Kami bernyanyi bersama sambil menikmati sepoi angin yang
berhembus menemani kebersamaan kami. Kami asyik di sana hingga jam pelajaran
usai, tidak tahu kalau ternyata ada guru pengganti. Alhasil kami dipangil ke
ruang BP untuk di sidang. Namun kebersamaan membuat kami tenang. Kami keluar
kantor dengan menggandeng surat peringatan cabut jam pelajaran.
Pernah juga
saat guru-guru sibuk rapat di jam pelajaran, yang membuat seluruh kelas kosong
guru dan hanya ditinggali tugas yang seabrek.
Saat itu, aku bareng anak-anak Bahetake yang udah terkenal di seluruh sekolah
mulai beraksi. Kami mengompori anak-anak kelas lain buat keluar kelas, cari
permainan di luar. Saat itu, diambillah keputusan buat tanding bola kasti.
Suasana mulai ricuh, anak-anak yang gak ikut main mengambil
bagian sebagai suporter. Awalnya guru gak ambil sikap. Kami semakin brutal. Hingga
akhirnya salah satu pemain berlari terlalu kencang yang mengakibatkan ia
menabrak pagar tanaman yang letaknya tepat di depan ruang guru rapat. Pagar rubuh
dan merusak tanaman. Sedang bola berlari ke dalam ruang rapat seakan ingin
mengadu. Seketika beberapa guru yang terkenal galak keluar ruangan dengan
berkacak pinggang. Tanpa intruksi, kami berhamburan melarikan diri. Anehnya,
guru-guru itu malah mengejar kami. Dari kejauhan aku melihat beberapa anak
tertangkap basah. Alhasil, kami dihukum membersihkan seluruh lingkungan
sekolah. hahaha..
Belum lagi keusilan kami sepulang sekolah. Biasanya kami
tidak langsung pulang, malah menjelajah seisi sekolah kalau-kalau mendapat
sesuatu yang menarik. Biasanya kami memasuki kelas-kelas lalu memeriksa laci
meja. Biasanya ada saja hal-hal aneh di sana. Seperti misalnya kertas-kertas
yang ternyata surat cinta yang mungin ditolak, mainan yang tertinggal atau
sengaja ditinggal, atau buku pelajaran yang aku yakin sengaja mereka
tinggalkan. Biasanya buku-buku itu kami rondoin,
biar yang suka ninggalin buku kapok. Haha..
Masih ingat olehku saat itu kami berkeliling sekolah,
kemudian menemukan kelas yang sepertinya baru saja menyelesaikan mata pelajaran
kesenian. Mereka membuat karangan bunga dengan berbagai kreativitas. Layaknya anak
belasan tahun yang selalu ingin tahu, kami mulai mengutak-atik hasil yang sudah
jadi yang disimpan di lemari kelas yang tak terkunci. Aku pikir, tidak perlu memakan
waktu dua les pelajaran untuk membuatnya. Dalam waktu singkat kami sudah
membongkar karya mereka dan berhasil menyusunnya kembali. Lalu berfoto ria
dengan hasil yang kami buat sendiri. Mungkin pemiliknya akan terkejut melihat
karyanya bertengger lebih anggun di lemari kelas. Hahay...
Atau di jam istirahat, kami biasanya pergi ke gudang
seni. Di sana menjadi ‘tempat mangkal’ kedua. Kebetulan kami dekat dengan
beberapa guru seni yang suka nongkrong
di sana. Di saat anak-anak lain dilarang masuk, kami malah bebas keluar masuk
gudang seni. Kami bercengkrama sambil diajari memainkan berbagai alat musik. Tidak
perlu terikat sebagai anggota seni, kami bebas mengikuti ekstrakulikuler
tersebut. Mulai dari bermain musik, paduan suara, melukis, dll. Kami bebas
mempelajarinya. Mungkin bagi guru seni, anak badung seperti kami adalah
anak-anak kreatif yang kalau semakin dihambat akan semakin brutal. Mungkin...
Di sini aku bukan ingin mengumbar kebadunganku bersama
anak-anak Bahekate. Tapi apa yang kami lakukan selama bersama menurutku adalah
sesuatu yang bebas, tanpa hambatan siapapun. Jiwa-jiwa kami merdeka. Masih teringat
jelas olehku, ketika jam istirahat atau jam pulang sekolah, kami sering duduk
di taman sekolah. Memandangi langit biru dipenuhi awan-awan putih bersih. Membiarkan
imajinasi bermain bebas. Dalam benak kami, setiap awan yang melayang membentuk
sesuatu. kadang menyerupai binatang, bahkan terkadang membentuk wajah
seseorang. Pernahkah kalian melihatnya?? Bukan hanya awan, tapi segala yang ada
di sekitar kami, semuanya bisa menyerupai apa saja dalam benak kami. Dan
anehnya, kami memiliki pemikiran yang sama. Di saat seperi ini, tawa bersama menjadi
hal yang paling membahagiakan.
Berbeda dengan saat ini, semakin beranjak dewasa, aku
merasa imajinasiku semakin terhambat oleh sesuatu yang bersifat formal. Kegiatanku
sekan diatur. Lingkungan menuntutku melakukan segalanya sesuai aturan. Ini membuatku
ingin berontak namun tak tersalurkan. Tak bisa dipungkiri, aku merindukan
masa-masa bersama anak-anak Bahetake. Melakukan hal-hal gila lalu menertawakan
kegilaan masing-masing. Kami seperti anak-anak di bawah umur yang belum
dikenakan aturan formal seperti saat ini. Meskipun hingga saat ini kami masih
saling komunikasi, namun tetap saja perpisahan menggoreskan jarak. Sungguh, aku
merindukan mereka, sahabat Bahetake.
Janji Kita untuk Tetap Bersama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar