Siang itu menjadi saat yang temaram buatku. Seseorang
yang selama ini aku anggap sahabat mengirimkan sebuah pesan via inbox online kepadaku. Penasaran, aku
langsung membuka dan menjamah habis isinya. Terpana aku membaca kalimat demi
kalimat, paragraf demi paragraf. Pesan itu berisi kebenciannya padaku. Ya,, aku
menyebutnya dengan kebencian. Aku tak pernah menyangka bahwa di balik senyumnya
terselip kebenciannya padaku.
Dalam pesan singkat tersebut, ia mengatakan bahwa ia
begitu iri padaku karena banyak teman dan senior di organisasi yang lebih dekat
denganku dibanding ia. Iri karena aku bisa mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya dengan cara tak terduga, sedang ia tidak. Iri karena teman-teman
lebih memilih mengistimewakanku dibanding ia.
Awalnya aku merasa itu hal yang wajar dirasakan
seseorang. Bahkan terbesit perasaan bersalah dalam hatiku yang mengiris tajam.
Sungguh, aku ikut merasa sakit. Aku merasa telah menjadi sahabat yang tidak
peka dengan perasaan sahabatku sendiri. Namun, paragraf berikutnya lebih
menyakitkan. Ketika ia tahu bahwa aku tak begitu harmonis dengan keluargaku, sepertinya
ia begitu senang. “Allah adil, bukan?”
tulisnya.
Kau tau bagaimana rasanya ketika hatimu tercabik-cabik?
Rasanya begitu menyakitkan, sungguh! Sahabat yang selama ini kau percaya dan
jujur kau sayangi, ternyata lain di belakangmu. Selalu sebal melihatmu, ini
jika kau diperlakukan istimewa dan bahagia melihat kau menderita. Tahukah kau
betapa sakitnya ini? Atau setidaknya sedikit berempatilah padaku. Ketika dia
katakan “Allah adil”, ya,, aku setuju! Tuhan begitu adil karena telah
menyadarkanku betapa dia bukan sahabat yang baik untukku. Bukan, bukan, tapi
lebih kepada aku yang tidak bisa menjadi sahabat yang baik untuknya. Ya,, itu
lebih membuatku tenang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar