Sejarah mencatat bahwa Pers Mahasiswa (Persma) semakin
membahana saat peralihan dari Masa Orde Baru ke Reformasi. Saat ini, hampir di setiap kampus
memiliki Persma.
Tidak hanya yang berada di tingkat kampus saja, bahkan di tingkat fakultas dan
jurusan pun mulai berdiri Persma. Mereka berdiri tidak lain sebagai penyambung
lidah antara mahasiswa dan universitas, serta menjadi kontrol bagi kebijakan yang
diambil oleh birokrasi kampus.
Namun seiring perkembangan, mulai muncul
pernyataan-pernyataan yang mempertanyakan keprofesionalan Persma. Bagaimana Persma dapat memposisikan diri sebagai pers dan mahasiswa?
Di satu sisi, sebagai seorang yang masih berstatus mahasiswa, tentunya harus
menjalankan tugas utamanya, kuliah. Namun di sisi lain, sebagai seorang aktivis
Persma, dituntut mampu melaksanakan kewajiban sebagai
jurnalis kampus. Hal ini yang terkadang menjadikan para pegiat Persma tidak bisa mengelola medianya secara penuh.
Mungkin banyak yang beranggapan bahwa Persma memiliki ideologi yang berbeda dari Pers pada umumnya,
artinya Persma tidak memiliki kepentingan apapun baik dari materi maupun non-materi atau yang dikenal dengan Media Non Mainstream. Namun, jika kita melihat posisi Persma sebagai mahasiswa sekaligus jurnalis kampus, bukan
tidak mungkin untuk mengarah kepada pergerakan mahasiswa yang terkadang
mendekati kepada hal yang memihak pada satu arah yaitu mahasiswa, sedangkan
jika kita berpatokan kepada kode etik jurnalistik, kita diharapkan untuk berlaku objektif dan independen.
Memang bukan hal yang mudah dalam menjalankan kedua peran
tersebut, namun
bagaimana kita sebagai kaum muda yang menawarkan perubahan mampu menempatkan
diri pada posisi yang tepat. Jangan sampai Persma hanya dianggap sebagai pembentuk identitas golongan
dan pengembangan skill jurnalistik dalam wadah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
atau organisasi intra kampus berwujud Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Dan
membiarkan mata pisau Persma (sikap kritis) menjadi tumpul.
Ketika menjadi mahasiswa, jadilah mahasiswa seutuhnya
yang membawa perubahan nyata, aktif dalam pergerakan, mengkritisi pemerintahan,
peka terhadap keadaan sekitar, dan lain sebagainya. Dan ketika berada di posisi
sebagai Persma, sejatinya mengarahlah kepada Pers yang Profesional
dan Proposional, walaupun kenyataanya tidak ada yang ideal dan semuanya masih
dalam tahap pembelajaran, setidaknya jika kita menjadikan itu sebuah pedoman,
kita dapat berusaha menjalankan keduanya menjadi
lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar