Proses Masuknya Islam ke Indonesia
Ketika Malaka
mulai tumbuh sebagai pusat perdagangan yang baru, banyak pedagang dari Arab, India
(Bengali), dan Persia
yang meninggalkan Pasai. Mereka
telah menjadi lapisan elit yang kaya berkat perdagangan yang mereka kuasai. Di
samping itu, terdapat para ulama yang sebagian besar berkebangsaan Arab. Mereka
inilah yang berperan mengajarkan agama Islam di lingkungan masyarakat di pusat
perdagangan yang tersebar di Asia Tenggara. Hubungan antara Majapahit dan
Kesultanan Malaka pada bagian kedua abad XV tidak hanya dalam pemerintahan,
tetapi juga perdagangan. Majapahit memperoleh pasokan barang-barang mewah dari
Kesultanan Malaka. Sebaliknya, Majapahit memberikan bahan-bahan makanan berupa
beras serta hasil pertanian lainnya. Malaka berperan penting dalam mempercepat
islamisasi di bandar-bandar sepanjang jalur perdagangan ke Majapahit. Ini
merupakan awal pertumbuhan komunitas Islam yang akan menyebar sampai ke
pedalaman Pulau Jawa.
Sejarawan telah memberikan beberapa pendapat
mengenai waktu masuknya Islam ke Indonesia. Beberapa pendapat tersebut adalah
sebagai berikut :
- Agama
Islam telah masuk ke wilayah Indonesia pada abad pertama Hijriah atau
abad ketujuh Masehi dan dibawa para
saudagar Arab yang berdagang di Tiongkok. Dari tanah Arab, para saudagar
itu menuju Tiongkok melalui jalur Arab-Malabar-Nicobar-Kamboja-Aceh.
- Agama
Islam masuk ke Indonesia, tepatnya di daerah Aceh, pada pertengahan abad
ke-7 Hijriah (ke-12 M). Hal ini dapat dibuktikan melalui kedatangan
seorang mubaligh bernama Abdullah Arief pada tahun 1151 M ke wilayah Aceh.
Pada tahun 1205 M tercatat sebuah nama penguasa muslim bernama Raj Johan
Syah yang menguasai wilayah sampai ke Semenanjung Melayu.
- Berdasarkan
hasil seminar nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia yang diadakan
di Medan pada tahun 1963 disimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke-1 H (abad ke-7 M) secara langsung dari tanah Arab. Daerah
yang pertama kali menjadi tempat masuknya Islam adalah pesisir Sumatra.
Agama Islam disebarkan oleh para saudagar muslim dengan cara damai.
Proses Penyebaran Islam di Indonesia
Berdasarkan sumber sejarah, baik tulisan maupun
peninggalan fisik, proses penyebaran Islam di Indonesia adalah sebagai berikut.
- Para
pedagang muslim mancanegara mendirikan permukiman semi permanen di
sejumlah bandar penting Indonesia. Mereka mendirikan mesjid untuk
keperluan kegiatan keagamaan. Saat berinteraksi dengan masyarakat pribumi,
mereka mengenalkan ajaran dan nilai-nilai Islam.
- Pengenalan
ajaran dan nilai-nilai Islam belum memperoleh tanggapan saat pengaruh
kerajaan Hindu-Budha masih kuat.
Meskipun demikian, para pedagang Islam tetap aktif berdakwah, bahkan
melibatkan para mubaligh dari negeri asal mereka. Upaya itu menunjukkan
hasil ketika pengaruh kerajaan Hindu-Budha mulai surut. Sejumlah
permukiman muslim yang permanen bermunculan di sejumlah bandar penting,
seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi.
- Berkembangnya
permukiman muslim di pusat perdagangan menjadikan masyarakat muslim
sebagai kekuatan ekonomi. Para pedagang muslim pribumi terlibat aktif
dalam kegiatan perdagangan mancanegara. Kekuatan ekonomi belum beralih
menjadi kekuatan politik selama kerajaan Hindu-Budha masih berpengaruh.
- Kekuatan
ekonomi itu beralih menjadi kekuatan politik saat penguasa pribumi di
bandar dagang menjadi muslim. Kondisi itu dipercepat dengan mundurnya
pengaruh kerajaan Hindu-Budha. Puncak kekuatan politik Islam adalah
munculnya sejumlah kerajaan Islam di Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia terjadi
melalui beberapa cara, yaitu :
- Melalui
Perdagangan
- Melalui
Perkawinan
- Melalui
Tasawuf
- Melalui
Pendidikan
- Melalui
Kesenian
- Melalui
Politik
Dalam menyebarkan agama Islam, ada golongan-golongan
yang berperan di dalamnya. Agama Islam pada awalnya dibawa oleh para pedagang
dari Arab, Persia, India dan Mesir, kemudian disebarkan dan dikembangkan oleh
para ulama dan mubaligh Indonesia, seperti :
- Dato’ri
Bandang dan Dato Sulaeman yang menyebarkan agama Islam di Gowa dan Tallo,
Sulawesi Selatan.
- Dato’ri
Bandang bersama Tuan Tunggang’ri Parangan yang melanjutkan penyebaran
agama Islam sampai ke Kutai, Kalimantan Timur.
- Para
wali dengan sebutan wali songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Nama wali songo adalah nama suatu dewan mubaligh
di Jawa. Apabila salah satu anggota dewan wafat, dia digantikan oleh wali yang
lain berdasarkan musyawarah. Setiap wali mempunyai tugas melanjutkan penyiaran
Islam di Pulau Jawa. Berikut ini adalah nama-nama wali songo.
a. Maulana
Malik Ibrahim yang kabarnya berasal dari Persia dan kemudian berkedudukan di
Gresik (dikenal dengan sebuatan Sunan Gresik)..
b. Sunan
Ampel yang semula bernama Raden Rakhmat berkedudukan di Ngampel (Ampel), dekat Surabaya.
c. Sunan
Bonang yang semula bernama Makdum Ibrahim, putra Raden Rakhmat dan berkedudukan
di Bonang, dekat Tuban.
d. Sunan
Drajat yang semula bernama Syarifuddin juga putra Raden Rakhmat yang
berkedudukan di Drajat dekat Sedayu (Surabaya).
e. Sunan
Giri yang semula bernama Raden Paku, murid Sunan Ngampel berkedudukan di bukit
Giri Gresik.
f. Sunan
Muria yang semula bernama Raden Umar Said yang berkedudukan di Gunung Muria di
daerah Kudus.
g.
Sunan Kudus yang semula bernama Jafar Sidiq yang berkedudukan di Kudus.
h. Sunan
Kalijaga yang semula bernama Joko Said berkedudukan di Kadilangu dekat Demak.
i. Sunan Gunung Jati yang semula bernama Syarif Hidayatullah yang berasal
dari Samudera Pasai. Ia dapat merebut Sunda Kelapa Banten dan kemudian menetap
di Gunung Jati dekat Cirebon.
Selain para ulama, para pedagang dan para muslim
Cina juga memegang peran yang cukup penting dalam penyebaran agama Islam.
Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia
Secara
geografis, wilayah Indonesia
termasuk dalam kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang tinggi sebelum
kedatangan Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara merupakan
negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.negara-negara tersebut
telah memiliki kontak dengan peradaban bangsa India. Kontak itu tidak hanya
terjadi dalam aspek peradabannya saja, tetapi juga meliputi agama dan
kepercayaan.
Dalam sejarahnya, bangsa Indonesia telah mengenal
tulisan yang diajarkan para penyebar agama Hindu dan Budha. Pengaruh itu telah
berlangsung cukup lama, yaitu sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan
ke-15 M. Pengaruh. Hindhuisme dan Budhaisme membawa prubahan besar, terutama
dalam sistem pemerintahan.
Pengaruh agama Hindhu dan Budha bagi masyarakat
Indonesia dapat dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk peribadatan,
seperti candi, ukiran, patung, dan relief. Ukiran dan relief yang terdapat di
dalam menggambarkan kreativitas bangsa Indonesia. Dalam bidang sastra, lahir
beberapa kitab semacam kitab suluk yang menceritakan perjalanan seorang sufi
dalam mendapatkan ilmu sejati. Contohnya adalah Kitab Dewa Ruci.
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa bangsa
Indonesia sebelum menerima agama Islam telah mempunyai agama dan kepercayaan,
yaitu agama Budha, Hindhu serta animisme dan dinamisme. Di samping itu,
masyarakat Indonesia telah memiliki peradaban sebelum kedatangan agama Islam,
seperti peradaban magalithicum dan peradaban yang merupakan perpaduan antara
peradaban lokal dan peradaban Hindhu-Budha. Pada abad ke-7, Islam belum
menyebar luas secara merata ke seluruh penjuru Nusantara, karena pengaruh agama
Budha masih memegang peranan di Kerajaan Sriwijaya, terutama dalam kehidupan
sosial, politik, perekonomian dan kebudayaan. Pada awal abad ke-13 M, kerajaan
ini memasuki masa kemunduran. Dalam kondisi seperti ini, pedagang-pedagang
muslim memanfaatkan politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan
menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Mereka tidak hanya
membangun perkampungan yang ekonomis, tetapi juga membentuk struktur pemerintah
yang dikehendaki. Adapun kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri adalah sebagai
berikut :
- Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah kerajaan Islam
pertama di Indonesia. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan sekitar
awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai hasil proses islamisasi di
daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang muslim sejak abad
ke-7 M. Raja pertamanya adalah Malik as-Saleh.
Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai disebutkan gelar
Malik as-Slaeh sebelum menjadi raja adalam Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk
Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah yang
kemudian memberinya gelar Sultan Malik as-Saleh. Adapun raja-raja yang
menggantikan kedudukannya adalah sebagai berikut :
- Muhammad
Malik az-Zahir (1297-1326 M)
- Mahmud
Malik az-Zahir (1326-1345 M)
- Mansur Malik az-Zahir (1345-1346 M)
- Ahmad
Malik az-Zahir (1346-1383 M)
- Zainal
Abidin Malik az-Zahir (1383-1405 M)
- Nahrasiyah
- Abu Zaid
Malik az-Zahir
- Mahmud
Malik az-Zahir (1455-1477 M)
- Zainal
Abidin (1477-1500 M)
- Abdullah
Malik az-Zahir (1500-1513 M)
- Zainal
Abidin (1513-1524 M)
Kerajaan Islam Samudra Pasai berlangsung sampai
dengan tahun 1524 M. Pada tahun 1521 M, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis
yang mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M, kerajaan ini direbut
oleh Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Raja Ali Mugayat Syah.
- Kerajaan
Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-15
M. Pendirinya dalah Ali Mugayat Syah. Ia meluaskan wilayahnya ke daerah Pidie
yang bekerja sama dengan Portugis yang kemudian menaklukkan Kerajaan Islam
Samudra Pasai tahun 1524 M.
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam
adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Untuk menghadapi
tentara Portugis, ia bekerja sama dengan Kerajaan Turki Usmani dan
kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia.
Puncak kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam terjadi
pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masanya,
Kerajaan Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatra.
Ia memerintahkan dengan keras dalam menentang penjajahan Portugis. Setelah itu,
kedudukannya digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani yang memerintah secara lebih
liberal. Pada masanya, perkembangan ilmu pengetahuan Islam mengalami masa keemasan.
Akan tetapi, setelah kematiannya negara dipimpin oleh para penguasa perempuan
(1641-1699 M). Akibatnya, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Akhirnya, pada
abad ke-18 M, Kerajaan Aceh runtuh dan kebesarannya hanya tinggal kenangan.
- Kerajaan
Demak
Kerajaan ini didirikan atas prakarsa para wali. Di
bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah
sebagai raja pertama Kerajaan Demak. Ia mendapat gelar Senopati Jimbul
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Dalam menjalankan
pemerintahannya, Raden Patah dibantu oleh para wali, terutama dalam
persoalan-persoalan agama. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintoro
merupakan daerah asal (kekuasaan) Majapahit yang diberikan raja Majapahit
kepada Raden Patah. Daerah ini semakin lama berkembang menjadi daerah yang
ramai dan pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan para wali.
Masa pemerintahan Raden Patah berlangsung sejak
akhir abad ke-15 M hingga awal abad ke-16 M. Raden Patah adalah anak raja
Majapahit dari seorang ibu muslim keturunan Campa. Ia digantikan oleh anaknya
yang bernama Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor. Ketika menggantikan kedudukan
ayahnya, Pati Unus baru berusia 17 tahun pada tahun 1507 M.
Setelah menduduki jabatan sebagai raja,ia
merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya semakin
memuncak ketika Malak ditaklukkan oleh Portugis tahun 1511 M. Serangan yang
dilakukannya mengalami kegagalan. Karena kerasnya ombak dan kuatnya pasukan
Portugis, ia kembali ke Demak tahun 1513 M.
Pati Unus digantikan oleh Sultan Trenggono, ia
kembali dilantik Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia
memerintah pada tahun 1524-1546 M. Pada masanya, agama Islam berkembang sampai
ke Kalimantan Selatan. Dalam penyerangan ke Blambangan, Sultan Trenggono
meninggal (1546 M). Kedudukannya digantikan oleh adiknya, Prawoto. Pada masanya
terjadi kerusuhan sehingga ia terbunuh. Kedudukannya kemudian digantikan oleh
Joko Tingkir yang berhasil membunuh Aria Penangsang. Pada masa ini, Kerajaan
Islam Demak pindah ke Pajang.
- Kerajaan
Pajang
Kerajaan Pajang merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Demak. Raja pertamanya adalah Joko Tingkir yang berasal dari Pengging. Ia
adalah menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di Pajang. Setelah ia
mengambil alih kekuasaan dari tangan Aria Penangsang pada tahun 1546 M, seluruh
kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang. Ia mendapat gelar Sultan Adiwijaya.
Pada masa pemerintahannya, ia berusaha memperluas
wilayah kekuasaannya ke pedalaman di arah timur hingga Madiun. Setelah itu, ia
menaklukkan Blora pada tahun 1554 M dan Kediri tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M,
ia mendapat pengakuan dari para raja di Jawa sebagai raja Islam. Di masa
pemerintahannya, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan
Jepara mulai dikenal di pedalaman Jawa. Hal itu menyebabkan pengaruh islam
makin kuat di pedalaman Jawa.
Sepeninggal Sultan Adiwijaya tahun 1587 M,
kedudukannya digantikan oleh Aria Panggiri, anak Sunan Prawoto. Sementara itu,
anak Sultan Adiwijaya, yaitu Pangeran Benawa diberi kekuasaan di Jipang. Akan
tetapi, ia mengadakan pemberontakan kepada Aria Panggiri dengan mendapat
bantuan dari Senopati Mataram. Usahanya itu berhasil dan ia memberikan tanda
terima kasih kepada Senopati berupa hak atas warisan ayahnya. Akan tetapi, ia
menolak tawaran itu. Ia hanya meminta pusaka Kerajaan Pajang untuk dipindahkan
ke Mataram. Dengan demikian, Kerajaan Pajang berada di bawah perlindungan
Mataram dan kemudian menjadi daerah kekuasaan Mataram.
- Kerajaan
Mataram
Setelah permohonan Senopati Mataram atas penguasa
Pajang berupa pusaka kerajaan dikabulkan, keinginannya untuk menjadi raja
sebenarnya telah terpenuhi. Dalam tradisi Jawa, penyerahan seperti itu berarti
penyerahan kekuasaan. Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. Sepeninggalnya, ia
digantikan oleh puteranya bernama Seda Ing Krapyak yang memerinyah sampai tahun
1613 M. Seda Ing Krapyak digantikan oleh puteranya, Sultan Agung (1613-1646 M).
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kontak-kontak
bersenjata antara Kerajaan Mataram dan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M, ia
digantikan oleh putranya, Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang saudara
dengan Pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibatnya, para
ulama pendukung dibantai habis pada tahun 1647 M. Pemberontakan itu kemudian
diteruskan oleh Raden Kajoran tahun 1677-1678 M. Pemberontakan-pemberontakan
seperti itulah yang meruntuhkan Kerajaan Mataram.
- Kerajaan
Mataram
Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam
pertama di daerah Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia
diperkirakan lahir pada tahun 1448 M dan wafat tahun 1568 M dalam usia 129
tahun. Kedudukannya sebagai Wali Songo membuat ia mendapat penghormatan dari
raja-raja di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri
sebagai sebuah kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran,
Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang belum menganut
ajaran Islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan
ajaran Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan,
Galuh, Sunda Kelapa dan Banten. Pada tahun 1525 M, ia kembali ke Cirebon dan
Banten diserahkan kepada anaknya yang bernama Sultan Hasanuddin. Sultan inilah
yang meruntuhkan raja-raja Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan
oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu
wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan
Girilaya. Sepeninggalnya, Kesultanan Cirebon diperintah oleh dua orang
putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau
Panembahan Anom. Penembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan yang bergelar
Syamsuddin, sementara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Kanoman yang bergelar
Badruddin.
- Kerajaan
Banten
Setelah Sunan Gunung Jati menaklukan Banten pada
tahun 1525 M, ia kembali ke Cirebon. Kekuasaan diserahkan kepada putranya,
yaitu Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin kemudian menikah dengan puteri Demak
dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552 M. Ia meneruskan
usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan Sumatra
Selatan. Pada tahun 1527 M, ia berhasil menaklukkan Sunda Kelapa.
Pada tahun 1568 M, ketika kekuasaan Demak beralih
ke Pajang, Sultan Hasanuddin memerdekakan Banten. Oleh karena itu, ia dianggap
sebagai raja Islam pertama dari Banten. Ketika ia meninggal pada tahun 1570 M,
kedudukannya digantikan oleh putranya, yaitu Pangeran Yusuf. Ia menaklukkan
Pakuan pada tahun 1579 M sehingga banyak bangsawan Sunda yang masuk Islam.
Setelah Pangeran Yusuf meninggal pada tahun 1580
M, ia digantikan oleh putranya, yaitu Muhammad yang masih muda belia. Selama
itu, kekuasaan dipegang oleh Qadi bersama empat pembesar istana lainnya.
Muhammad meninggal tahun 1596 M dalam usia 25 tahun. Setelah itu, kedudukannya
digantikan oleh anaknya yang masih kecil bernama Abdul Mafakhir Mahmud
Abdulkadir. Ia memerintah secara resmi pada tahun 1638 M dan mendapat gelar
Sultan dari Mekkah. Pada masa Sultan Abdul Fatah (1651-1659 M) terjadi beberapa
kali peperangan dengan VOC yang berakhir dengan perdamaian tahun 1659 M.
- Kerajaan
Islam di Kalimantan
Penyebaran Islam di Kalimantan banyak dilakukan
oleh para mubaligh dari Jawa. Hal itu terjadi karena hubungan masyarakat antara
dua kepulauan itu sudah terjalin sejak masa pemerintahan Kerajaan Majapahit dan
Kerajaan Kutai. Oleh karena itu, para mubaligh pada masa berikutnya hanya
melanjutkan hubungan yang telah terjalin cukup lama itu. Di antara mubaligh
yang datang ke Kalimantan adalah Khatib Dayyan serta mubaligh dari Banjar,
yaitu Muhammad Arsyad al-Banjari yang menegakkan ajaran Islam di Kalimantan
pada abad ke-18 M.
Ketika Demak berkuasa, terutama pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546 M), terjadi konflik di Kerajaan Daha,
yaitu Pangeran Samudera dan Pangeran Mangkubumi. Pangeran Samudera meminta
bantuan kepada Demak. Permohonan itu diterima dengan syarat, jika ia
memenangkan peperangan, ia harus masuk Islam. Ternyata, peperangan itu
dimenangkan oleh Pangeran Samudera. Ia pun masuk Islam.
Di Kalimantan Barat, yaitu di daerah Sukadana,
sejak tahun 1550 M telah berdiri kerajaan Islam. Sultan yang perama adalah
Penembahan Girikusuma (1591 M) dan yang kedua adalah Sultan Muhammad Safiuddin
(1677 M).
- Kerajaan
Islam di Sulawesi
Di sulawesi terdapat beberapa kerajaan, di
antaranya adalah Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Kerajaan Gowa-Tallo
merupakan kerajaan kembar yang saling berbatasan. Kerajaan ini terletak di
semenanjung barat daya Pulau Sulawesi yang merupakan daerah strategis.
Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan
laut, kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima
Islam dari Gresik. Di bawah pemerintahan Sultan Babullah, Kerajaan Ternate
mengadakan persahabatan dengan Kerajaan
Gowa-Tallo. Babullah mengajak raja kerajaan tersebut untuk menerima
agama Islam, tetapi gagal. Baru pada waktu Dato’ri Bandang datang ke Kerajaan
Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk kerajaan ini. Sultan Alauddin adalah raja
pertama yang memeluk Islam pada tahun 1605 M. Setahun kemudian, hampir seluruh
rakyat Gowa-Tallo memeluk Islam. Mubaligh yang berjasa dalam menyebarkan ajaran
Islam di daerah itu adalah abdul Qadir Khatib Tunggal yang berasal dari
Minangkabau. Raja Gowa-Tallo sangat besar perannya dalam penyebaran Islam.
Bukan hanya rakyatnya yang menerima Islam, tetapi juga kerajaan-kerajaan di
sekitarnya, seperti Luwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Wajo menerima Islam tahun
1610 M. Bone menerima Islam tahun 1611 M. Raja Bone pertama yang menerima Islam
bergelar Sultan Adam.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masuknya
Islam ke wilayah Sulawesi menjadi sebab utama bersatunya kerajaan-kerajaan yang
ada di sana. Meskipun sudah masuk Islam, pertempuran antara satu kerajaan Islam
dengan kerajaan Islam yang lain masih terjadi. Meskipun demikian, Islam tetap
memberi arti penting bagi kemajuan peradaban masyarakat di Sulawesi.
Islam memainkan peranan penting dalam kehidupan
sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari
pengaruh Islam dalam masyarakat Indonesia yang sangat luas. Hal itu menimbulkan
kesulitan untuk memisahkan antara kebudayaan lokal dan kebudayaan Islam.
Secara sosiokultural, pengaruh Islam terhadap
peradaban bangsa Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa hal berikut :
- Pengaruh
Adat Istiadat
Pengaruh peradaban Islam dalam adat istiadat di
Indonesia sering kita jumpai, seperti ucapan salam berupa kalimat ’alikum wa rahmatullah wa barakatuh yang
digunakan dalam berbagai forum resmi. Di samping itu, juga terdapat ucapan
kalimat-kalimat doa yang digunakan dalam rapat akbar, seperti istigasah, kubra,
tahlilan dan ucapan basmalah ketika akan memulai suatu pekerjaan atau acara.
- Pengaruh
Kesenian
Pengaruh kesenian yang cukup menonjol, antara lain
irama kasidah, nasid, tilawatil qur’an dan lagu-lagu yang bernafaskan Islam.
Syair pujian yang mengagungkan nama-nama Allah juga sering didengungkan oleh
umat Silam di mesjid dan musala. Hal itu merupakan bukti adanya pengaruh ajaran
Islam terhadap kehidupan masyarakat Insonesia.
- Pengaruh
Bangsa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga
tidak terlepas dari pengaruh bahasa Islam, yaitu bahasa Arab. Misalnya kata wajib berasal dari bahasa arab yaitu fardu, kata lahir berasal dari bahasa Arab zahir,
sedangkan akhir kata berasal dari
bahasa Arab akhirul kalam. Begitu
juga dengan nama. Masyarakat Indonesia memberi nama anak mereka dengan
nama Arab, seperti abdullah, Muhammad,
Ahmad, Abdul Aziz, Abdul Razak, Aminah, Khadijah dan Aisyah.
- Pengaruh
Politik
Setelah
tersosialisasinya agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui
perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti pula dengan penyebaran agama Islam.
Pengaruh ini juga dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita
jumpai pada kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore.
Perkembangan Islam di Indonesia
Pada
abad ke-17 M, tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah
Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang
ke Indonesia
dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara
dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan Islam di
Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang
menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan
sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek
kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para Ulama
saat itu. Ketika penjajahan datang, mereka mengubah pesantren-pesantren menjadi
markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi
jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi
panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan
terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi
tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah.
Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan
Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad
melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang
akhirnya menggunakan strategi-strategi:
- Politik devide et impera, yang pada kenyataannya
memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat
contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
- Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye
alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia
Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah,
dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya
melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai
melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan
Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang
akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan
pejuangan terhadap penjajahan.
Awal
abad ke-20 M, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas
budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat
membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi
memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam
tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari
Al-Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu
juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi
oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh masyarakat
melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu pemimpin-pemimpin
pergerakan berasal dari golongan bangsawan.
Strategi
perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal
daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan
organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang
mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah
yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat
kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi
pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh
Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut
pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka
diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik
gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia.
Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan
Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis,
yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang
bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah
Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya
Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman
tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian
berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang
anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di
masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan
kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu
(Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap
umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan
Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi ulama-ulama di pusat
dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan
akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan
pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia dengan
membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih
mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam
Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk
menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu
rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang kontroversi dalam piagam
ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat
Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.
Menjelang
abad ke-21 M, proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya
globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional
secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi
segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka
proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat
kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awalnya
masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang
sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa
kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota
pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya
berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia
bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan
terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk
muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah
kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.
Referensi
Wahid, N. Abbas, Khazanah Sejarah Kebudayaan
Islam, Solo:PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009.
Matroji, Sejarah,
Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008.
Surpriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2008.
Hamka, Prof.DR, Sejarah Umat Islam, Jakarta:Penerbit Bulan Bintang, 1976.
Hasymy, Prof. A, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Aceh : PT.
Alma’arif, 1993.
Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia Tenggara, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Mansur, Ahmad, Menemukan Sejarah, Bandung:Penerbit Mizan, 1996.