Kamis, 07 November 2013

Sahabat Menggores Luka



Siang itu menjadi saat yang temaram buatku. Seseorang yang selama ini aku anggap sahabat mengirimkan sebuah pesan via inbox online kepadaku. Penasaran, aku langsung membuka dan menjamah habis isinya. Terpana aku membaca kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf. Pesan itu berisi kebenciannya padaku. Ya,, aku menyebutnya dengan kebencian. Aku tak pernah menyangka bahwa di balik senyumnya terselip kebenciannya padaku.

Dalam pesan singkat tersebut, ia mengatakan bahwa ia begitu iri padaku karena banyak teman dan senior di organisasi yang lebih dekat denganku dibanding ia. Iri karena aku bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkannya dengan cara tak terduga, sedang ia tidak. Iri karena teman-teman lebih memilih mengistimewakanku dibanding ia.
Awalnya aku merasa itu hal yang wajar dirasakan seseorang. Bahkan terbesit perasaan bersalah dalam hatiku yang mengiris tajam. Sungguh, aku ikut merasa sakit. Aku merasa telah menjadi sahabat yang tidak peka dengan perasaan sahabatku sendiri. Namun, paragraf berikutnya lebih menyakitkan. Ketika ia tahu bahwa aku tak begitu harmonis dengan keluargaku, sepertinya ia begitu senang. “Allah adil, bukan?” tulisnya.
Kau tau bagaimana rasanya ketika hatimu tercabik-cabik? Rasanya begitu menyakitkan, sungguh! Sahabat yang selama ini kau percaya dan jujur kau sayangi, ternyata lain di belakangmu. Selalu sebal melihatmu, ini jika kau diperlakukan istimewa dan bahagia melihat kau menderita. Tahukah kau betapa sakitnya ini? Atau setidaknya sedikit berempatilah padaku. Ketika dia katakan “Allah adil”, ya,, aku setuju! Tuhan begitu adil karena telah menyadarkanku betapa dia bukan sahabat yang baik untukku. Bukan, bukan, tapi lebih kepada aku yang tidak bisa menjadi sahabat yang baik untuknya. Ya,, itu lebih membuatku tenang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar