Rabu, 04 Juli 2012

Ayat Tentang Kelautan

I.      Pendahuluan
Kelautan yang di dalamnya terdapat sector perikanan (fishery) merupakan bagian dari sector ekonomi yang bertumpu pada hasil laut. Di Indonesia menganut asas Zona Ekonomi Eksklusif yaitu suatu upaya untuk mengatur pemanfaatan sumber daya kelautan yang dicetuskan dalam pertengahan dasawarsa 70-an, yang kemudian dikenal sebagai hak hukum nasional sampai 200 mil laut dari garis pantai.

Produk periklanan Indonesia yang dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor terdiri atas beberapa jenis, yaitu perikanan darat dan periklanan laut. Hasil periklanan darat berasal dari empang dan tambang. Sedangkan hasil dari perikanan laut meliputi udang laut, tuna, fillet kakap dan lainnya. Dan hasil laut selain perikanan adalah perhiasan seperti mutiara dan marjan. [1]

Al-Qur’an secara jelas memberikan peluang kepada manusia untuk menikmati kekayaan laut. Dari 6.236 ayat dalam al Qur’an sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang laut dalam berbagai dimensinya; ada sebagai metafor keluasan ilmu-Nya, ada yang menunjukkan kewilayahan dalam aktivitas dan tempat yang penuh resiko bagi yang ada di dalamnya kecuali dengan penguasaan dari Allah swt. Dan beberapa ayat yang secara khusus mengisayaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran penduduk negeri.[2]

Tak cuma itu, akurasi Alquran dalam membahas soal lautan juga terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Alquran terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.[3]

Adapun kata laut yang digunakan al-Qur’an di antaranya abharin disebutkan satu kali dalam QS. Lukman:27; gabungan bahra, bahri, bahru sebanyak 33 kali; bahrani satu kali yaitu QS. Fatir: 12; bahrayni empat kali dan biharu dua kali. Ayat yang menjelaskan laut dalam arti kekayaan alam sebagai sumber daya ekonomi telah dijelaskan dalam QS. an-Nahl:14, QS. al-Isra’:66, dan QS. Fatir:12.

II.   Teks Ayat dan Terjemah
a.     Ayat Utama
QS. An-Nahl [16] : 14

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An-Nahl [16] : 14).

b.    Ayat Pendukung
QS. Al Isra [17] : 66

رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-Kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.(QS. Al Isra [17] : 66).


QS. Al Fathir [35] : 12

وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. (QS. Al Fathir [35] : 12).

III.     Makna Kosakata yang Penting
a. Ayat Utama
QS. An-Nahl [16] : 14
Al-bahra : lautan
Lita’kulu : agar kamu makan
Lahman : daging
Thariyyan : lembut/segar
Hilyatan : perhiasan
Al-fulka : bahtera
Mawakhira : berlayar
Wa litabtaghu : dan agar kamu mencari
Min fadhlihi : dari karunia-Nya

b. Ayat Pendukung
QS. Al Isra [17] : 66
Al-fulka : kapal
Fil bahri : di laut
Litabtagu : agar kamu mencari
Min fadhlihi : dari sebagian karunia-Nya.

QS. Al Fathir [35] : 12
bahrani : dua laut
ta’kuluna : kamu makan
lahman : daging
watastakhrijuna : dan kamu mengeluarkan
hilyatan : perhiasan
al-fulka : kapal
mawakhira : membelah laut
litabtagu : supaya kamu mencari
min fadhlihi : dan sebagian karunia-Nya.

IV.     Makna Ijmali
a. Ayat Utama
QS. An-Nahl [16] : 14
Dalam ayat ini, Allah SWT menyajikan dalil-dalil tauhid dan kebersifatan Zat-Nya dengan sifat-sifat yang agung dan mulia, dengan susunan bahasa indah yang memadukan dalalah dan buatan atas yang membuat dalalah dan dalalah nikmat atas yang memberi nikmat. Kemudian Allah mengingatkan bahwa masing-masing dari semua ini cukup memalingkan orang-orang musyrik dari kemusyrikan yang sedang mereka lakukan. Dari ayat-ayat yang dipaparkan di atas kita melihat bahwa, Allah telah memberikan ayat-ayat yang cukup jelas tentang laut, dan kemanfaatanya. Dimulai dari mengingatkan akan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa barang-barang dagangan sebagai aktivitas perdagangan mereka. Semua itu adalah satu di antara tanda kebesaran-Nya.

Kemudian Allah jualah yang menundukkan laut agar manusia dapat mengambil segala yang di dalamnya dengan cara langsung atau up date. Allahlah yang telah menundukkan kapal dari segala goncangan ombak dan badai serta gangguan lain agar manusia dapat mengambil sebagian dari karunia-Nya.
Kebesaran-Nya menjadikan laut asin dan tawar untuk kehidupan manusia, agar manusia dapat memakan daging yang segar, mengambil perbendaharaan yang ada di dalam laut berupa; perhiasan dan barang tambang.

Setiap kali Allah membutakan mata mereka kepada sebagian dalil yang mereka lihat dan saksikan. Allah mencela mereka karena apa yang mereka katakana dan perbuat, Allah menjelaskan kepada mereka tentang kekufuran mereka terhadap nikmat pemeliharaan dan pemberian petunjuk. Untuk membuktikan wujud-Nya, Allah mengemukakan hujjah berupa penciptaan planet-planet, ikhwal manusia, ikhwal hewan, ikhwal tumbuh-tumbuhan, kemudian ikhwal keempat unsur sebagai penutup firman-Nya.

b. Ayat Pendukung
QS. Al Isra [17] : 66
Manusia melihat bukti-bukti kekuasaan Allah di daratan dan lautan bahwa Allah-lah yang memperlayarkan bahtera untuknya. Sehingga ia dapat memindahkan rezeki dan makanan-makanannya ke tempat yang jauh. Namun demikian, ternyata manusia kufur terhadap nikmat Allah. Apabila ia ditimpa bahaya, dia berdoa pada TuhanNya, tetapi bila bahaya itu telah aman, maka ia berpaling daripadaNya, lalu menyembah pada patung-patung dan berhala-berhala. Apakah manusia itu merasa aman tak ditelan oleh bumi, atau tak dikirimkan padanya angin keras yang membawa batu-batu dari darat, atau angina topan di laut yang menenggelamkannya karena kekafirannya. Dan apakah manusia telah lupa bahwa ia telah dilebihkan oleh Allah atas semua makhlukNya yang lain,dan telah diluakan baginya rezekimu. Kenakah tidak menyembah kepada Allah saja dan tunduk kepadaNYa sebagai imbalan dari nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepada silih berganti.

QS. Al Fathir [35] : 12
Setelah Allah SWT menyebutkan dalil-dalil atas pasti terjadinya kebangkitan dan diberikan pula oleh-Nya perumpamaan untuk hal itu dengan dihidupkan-Nya bumi yang mati setelah dituruni hujan, maka dilanjutkan dengan menyebutkan tanda-tanda bukti yang bermacam-macam atas keesaan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya dengan diciptakan hal-hal yang sama jenisnya namun berbeda kegunaannya. Contoh lain adalah air yang tawar lagi segar yang mengalir di dusun-dusun dan kota-kota di berbagai hutan, padang-padang belantara, yang dengan air itu manusia dan binatang memperolehminuman dan digunakan untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang mengandung makanan bagi manusia dan binatang. Sedang yang lain adalah air asin lagi pahit dan dilewati oleh kapal-kapal besar dan dapat dikeluarkan dari padanya mutiara dan marjan. Dan dari masing-masing air itu kita dapat memakan daging segar yang lezat bagi siapa pun yang memakannya.

V.   Makna Rinci
QS. An-Nahl [16] : 14

a.     Menurut Tafsir Azhar
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا       
“Dan Dialah yang menyediakan lautan supaya kamu makan daripadanya daging yang empuk...” Di ayat ini ditarik perhatian kita kepada soal laut dan terlebih dahulu soal ikan. Disebut keistimewaan dari daging ikan laut, yaitu empuknya, tidak pernah keras atau kejang atau liat. Kata yang sedikit ini saja sudah dapat berlarut-larut kepada usaha mempertinggi hasil ikan laut dan memperbaiki alat-alat penangkapannya.

 وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا
“Dan supaya kamu keluarkan daripadanya perhiasan yang akan kamu pakai dia.” Yaitu mutiara, merjan, giwang dari lokan dan karab. Itulah barang-barang mahal yang dihasilkan dari lautan untuk manusia.
 وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ
 “Dan engkau lihat kapal mengaharungi padanya.” Alat pengangkutan penting yang telah ada di dunia sejak beribu-ribu tahun yang telah lalu, mengharungi lautan menghubungkan benua dengan benua, pulau dengan pulau, membawa pindah boyongan manusia dari benua ke benua, sehingga ahli-ahli ilmu pertumbuhan bangsa-bangsa (Antropologi), ahli Sejarah Bangsa, ahli ilmu bumi dan lain-lain telah mencari hubungan di antara bangsa-bangsa yang sekarang berjauhan letak negerinya, padahal satu rumpun juga bangsanya. Seumpama keturunan kaum Aria yang berasal dari daratn tinggi Iran, menyebar ke India dan menyebar ke Eropa, sehingga dapat kita ketahui bahwa bangsa Iran (Persia) sekarang ini adalah satu nenek dengan bangsa Inggris. Dan bangsa Aria di Eropa adalah berasal dari Asia. Demikian juga Indian Amerika, ada kemungkinan berasal dari bangsa-bangsa Melayu.

Tiliklah betapa berjauhan negeri itu. Mengapa orang Asia sampai ke Eropa dan orang Malaysia (Rumpun-rumpun bangsa Melayu) sampai ke Amerika jadi orang Indian? Ialah karena hubungan kapal sudah lama ada di dunia ini.

 وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan supaya kamu cari karuniaNya dan supaya kamu bersyukur.”
Dalam membicarakan lautan dan ikannya, mutiara dan merjan, serta membicarakan kepentingan kapal, Tuhan di akhir ayat telah menganjurkan memakai kesempatan mencari karunia Tuhan dengan mempergunakan kapal itu. Bertemulah dalam ayat ini kenyataan bahwa menjadi Muslim haruslah mempunyai kearifan hidup. Mengembaralah, berlayarlah, berniagalah, jadi nelayanlah. Dan ujungnya? Ujungnya ialah bersyukur kepada Tuhan.

Barulah timbul syukur setelah apa yang diusahakan berhasil. Nyata sekali dalam ayat ini  bahwasanya orang yang malas dan yang hanya terbenam dalam daerah tempat tinggalnya, tidaklah akan mendapatkan karunia Ilahi itu. Allah sudah menakdirkan bahwasanya tanah daratn itu hanyalah seperlima dari bumi, sedang yang empat perlima adalah lautan. Dengan ketangkasan dan kecerdasan, mengembara dan bergiat terbukalah pintu kehidupan, berhubunganlah di antara manusia sesame manusia dari benua ke benua. Dengan demikian timbullah syukur kepada Tuhan. [4]

b.    Menurut Tafsir Maraghi
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا
Disifatinya ikan dengan ‘yang segar’ untuk mengingatkan bahwa seyogyanya ia dimakan dengan segera, karena ia akan cepat rusak dan berubah. Ilmu kedokteran telah menetapkan bahwa memakannya setelah hilang kesegarannya termasuk makanan yang paling berbahaya. Maka, Maha Suci Allah yang mengetahui makhluk-Nya dan apa yang memberikan kemudharatan serta manfaat dalam menggunakannya. Di sini juga terdapat isyarat kepada kesempurnaan kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan benda yang manis dan segar di dlaam air yang pahit dan tidak diminum.
Ulama telah menghukumi makruh memakan ikan yang terapung di atas permukaan air,yaitu yang mati secara biasa di dalam air lalu mengapung di atas permukaannya. Hokum ini didasarakan atas hadits Jabir dari Nabi Saw :
ﻣﺎﻧﻀﺐ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻓﻜﻠﻮﺍ, ﻭﻣﺎ ﻟﻔﻆﻪ ﻓﻜﻠﻮﺍ, ﻭﻣﺎ ﻃﻓﺎ ﻓﻼ ﺗﺄﻛﻠﻮﺍ
“Apa (ikan) yang (mati) karena kekeringan air, makanlah; apa yang mati karena dihempaskan oleh air, makanlah; apa yang terapung, jangan kalian makan.”

Adalah apa yang mati karena dihempaskan olehnya, bukan yang mati di dalamnya tanpa penyakit.
وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا
Dari padanya kalian mengeluarkan perhiasan yang kalian pakai, seperti mutiara yang diciptakan di dlaam lokalnya dan hidup di lautan, terutama di lautan Hindia dan biji-biji mutiara yang tumbuh di dasarnya. Banyak terdapat lading biji mutiara di Laut Putih Tengah di depan Tunisia dan Aljazair. Manakala telah sempurna masaknya, mak dipanen oelh Prancis, lalu dijual kepada kaum muslimin, sedang mereka tidak mengetahui ikhwalnya sedikit pun. Seakan mereka tidak pernah membaca al-Qur’an dan tidak diciptakan di bumi ini. Seakan mereka berkata,”Ya Tuhan, kami tidak mengeluarkan, tetapi membelinya dari orang-orang yang mengeluarkannya dari bumi.” Seakan mereka bukan orang-orang yang diseur untuk mengeluarkannya secara mubah. Oleh sebab itu, mereka mengharamkannya atas diri mereka apa yang telah Allah halalkanbagi mereka. Pada tahun 1886, biji mutiara yang dikeluarkan mencapai 778.000 kg yang berharga 5.750.000 Franc.
وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ
Kamu melihat bahtera-bahtera berlayar di lautan dan membelanya dengan kepalanya, pulang pergi dari satu belahan bumi ke belahan bumi yang lain, dari satu negeri ke negeri yang lain dan dari satu daerah ke daerah yang lain, untuk membawa apa yang ada di sana ke sini dan apa yang ada  di sini ke sana. Karena itu Allah berfirman :
وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
Agar kalian mencari karunia dan rezeki Allah dengan menaiki bahtera-bahtera itu untuk keperluan dagang dan lainya.
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan agar kalian bersyukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah Dia limpahkan kepada kalian, karena Dia telah menjadikan pengendaraan laut -meski ia dapat membinasakan- sebagai jalan untuk memperoleh manfaat dan penghidupan tanpa butuh untuk bermukin, berpindah tempat, beristirahat, dan menetap. Sekiranya Allah tidak menundukkannya kepada kalian, tentulah kalian tidak dapat mengambil manfaat daripadanya.

Alangkah indahnya perumpamaan yang dialunkan oleh penyair :
ﻭﺇﻧﺎ ﻟﻓﯽ ﺍﻟﺪﻧﯿﺎ ﻛﺮﻛﺐ ﺳﻔﯿﻨﺔ ﻧﻆﻦ ﻭﻗﻮﻓﺎ ﻭﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺑﻨﺎ ﻳﺴﺮﯼ
“Kita di dunia bagaikan mengendarai bahtera. Kita mengira berhenti, padahal zaman terus membawa kita.”

c.      Menurut Tafsir Al-Misbah
Melalui surat an-Nahl ayat 14, diuraikan apa yang terdapat “di dalam air” lagi tertutup olehnya. Ayat ini menyatakan bahwa: Dan Dia, yakni Allah SWT, yang menundukkan lautan  dan sungai serta menjadikannya arena hidup binatang dan tempatnya tumbuh berkembang serta pembentukan aneka perhiasan. Itu dijadikan demikian agar kamu dapat menangkap hidup-hidup atau yang mengapung dari ikan-ikan dan sebangsanya yang berdiam di sana sehingga kamu dapat memakan darinya daging yang segar, yakni binatang-binatang laut itu, dan kamu dapat mengeluarkan, yakni mengupayakan dengan cara bersungguh-sungguh untuk mendapatkan darinya, yakni dari laut  dan sungai itu perhiasan yang kamu pakai, seperti permata, mutiara, merjan dan sebagainya.

Dan di samping itu, kamu melihat, wahai yang dapat melihat, menalar dan merenung, betapa kuasa Allah SWT sehingga bahtera dapat berlayar padanya, membawa barang-barang dan bahan makanan, kemudian betapa beratnya bahtera itu, ia tidak tenggelam, sdang air yang dilaluinya sedemikian lunak. Allah menundukkan itu agar kamu memanfaatkannya dan agar kamu  bersungguh-sungguh mencari rezeki, sebagian dari karunia-Nya itu dan agar kamu terus-menerus bersyukur, yakni menggunakan anugerah itu sesuai dengan tujuan penciptaannya untuk kepentingan kamu dan generasi-generasi sesudah kamu dan juga untuk makhluk-makhluk selain kamu.

Kata tastakhrijun terambil dari akhraja yang berarti mengeluarkan. Penambahan huruf sin dan ta’ pada kata itu mengisyaratkan upaya sungguh-sungguh. Ini berarti untuk memperoleh perhiasan itu dibutuhkan upaya melebihi upaya menangkap ikan, apalagi ikan-ikan yang mati dan telah mengapung di lautan atau terdampar di darat. Pendapat ini lebih baik dari pendapat Ibn ‘Asyur yang memahani penambahan tersebut dalam arti banyak, yakni memperoleh dari lautan perhiasan yang banyak.

Al-Biqa’I memahami kalimat hilyatan talbasunaha/perhiasan yang kamu pakai, yang menggunakan bentuk redaksi maskulin (ditujukan kepada pria) padahal menurutnya perhiasan itu dipakai oleh para wanita, sebagai isyarat tentang kesatuan pria dan wanita dan bahwa mereka adalah bagian dari  pria (sebagaimana pria bagian dari wanita). Dari sini, kalaupun wanita yang memakainya, itu karena makna kesatuan tersebut adalah bagian pria yang memakainya. Ibn ‘Asyur memahaminya sebagai taghlib, yakni penilaian banyak, walaupun kebanyakan perhiasan dipakai oleh wanita kecuali cincin dan hiasan pedang. Demikian tulisnya. Bahkan cincinpun lebih banyak dipakai oleh wanita. Walau memang banyak lelaki yang memakainya. Agaknya, pendapat al-Biqa’i di atas lebih tepat dari pendapat Ibn ‘Asyur itu. Atau, dapat juga dikatakan bahwa karena pada umumnya lelaki yang menguasahakan perolehan perhiasan itu, baik dengan mencari bahan mentahnya maupun dengan mengolah atau membelinya, redaksi ayat ini ditujukan kepada lelaki. Demikian kesan M.Quraish Shihab.

Penggalan ayat ini juga menunjukkan betapa kuasa allah SWT. Dia menciptakan batu-batu dan mutiara yang demikian kuat serta sangat jernih di satu areal yang sangat lunak yang bercampur dengan aneka sampah dan kotoran.

Kata mawakhir terambil dari kata al-makhr yaitu pelayaran bahtera membelah laut ke kiri dan ke kanan menghadapi angin sehingga memperdengarkan suara yang menakjubkan.
Kata tara/kamu lihat ditujukan kepada siapa pun yang dapat melihat dengan pandangan mata atau dengan nalar. Penggunaan kata ini dimaksudkan sebagai anjuran untuk melihat dan merenung betapa indah serta mengagumkan objek tersebut. Redaksi melihat, apalagi dalam bentuk pertanyaan, sering kali digunakan al-Qur’an untuk maksud dorongan merenung dan memerhatikan sesuatu yang aneh atau menakjubkan.

Kalimat litabtaghu min fadhlihi/agar kamu bersungguh-sungguh mencari (sebagian) dari karunia-Nya dipahami oleh sementara ulama-seperti Ibn ‘Asyur- dalam arti terbatas, yakni hanya pada perdagangan, sambil menunjuk kepada firman-Nya:
ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺟﻨﺎﺡ ﺃﻥ ﺗﺒﺘﻐﻮﺍ ﻓﻀﻼ ﻣﻦ ﺭﺑﻜﻢ
“Tidak ada dosa atas kamu mencari anugerah (karunia) dari Tuhan kamu,” yakni pada musim haji dalam QS. al-Baqarah [2]:198. namun demikian, pembatasan ini tanpa satu alasan. Memahaminya secara umum dalam berbagai aktivitas, dagang atau jasa, atau apa pun yang halal, baik pada musim haji -sebagaimana konteks oleh ayat al-Baqarah di atas- maupun di luar musim itu, sebagaimana yang dimaksud oelh ayat 14 ini, justru lebih baik karena sejalan dengan bunyi redaksinya yang bersifat umum. [5]

d.    Menurut Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam
Allah menjelaskan bahwa Dia telah mengendalikan lautan untuk manusia. Termasuk juga pengendalian isi laut yang dapat dipergunakan manusia sebagai bagian dari karunia-Nya kepada manusia. Seperti daging-daging lembut dari cumi-cumi, udang laut, ikan laut dan lainnya (sea food),
لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا
lita’kulu minhu lahman thariyyan.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Ibnu Syaibah bahwa Rasulullah SAW bersabda,”huwaththahuru ma’uhulhillu maitatuhu” yang artinya air laut itu suci airnya dan halal dagingnya. Bangkai binatang air laut yang halal dimakan adalah binatang yang ditangkap manusia, uang terlempar ke daratan dan bukan bangkai binatang laut yang membusuk.

Selain memakan daging lembut dari binatang laut, menusia juga bisa mempergunakan perhiasan seperti mutiara laut,
حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا
hilyatan talbasunaha.” Perhiasan lainnya adalah marjan sebangsa tumbuh-tumbuhan yang hidup di dasar laut yang mirip karang. Marjan dapat dikelola oelh manusia sehingga dapat digunakan untuk perhiasan seperti kalung atau gelang.

Kenikmatan lain yang diberikan Allah melalui lautan yaitu aman untuk berlayar menggunakan perahu,
مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
mawakhira fiha wa litabtaghu min fadhlihi.” Manusia dapat menggunakan lautan sebagai sarana transportasi untuk tujuan pariwisata, militer atau perdagangan. Misalnya untuk perdagangan antarpulau atau antarnegara sehingga menghasilkan keuntungan. Semua sumber daya kelautan tersbut diciptakan untuk manusia sehingga dapat bersyukur, وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  “ wa la’allakum tasykuruna.” [6]

e.      Menurut Tafsir Qur’anul Karim
Allah menjadikan laut supaya kamu dapat menangkap ikan yang di dalamnya, untuk makanan kamu dan mengeluarkan mutiara  untuk perhiasan. Di sana engkau lihat kapal berlayar dengan kencangnya, guna mencari rezeki dan penghidupanmu moga-moga kamu mengucapkan terima kasih kepada allah. Dalam ayat ini terang benar kepada kita bahwa agama Islam mementingkan benar dari hal ekonomi, yaitu sebagian kita berusaha menangkap ikan (memukat). Bukan saja dengan perkakas yang lama, melainkan juga dengan alat-alat modern, sebagaimana yang diperbuat oleh orang Japan. Maka bukanlah usaha memukat ikan itu pekerjaan yang hina, melainkan adalah suruhan agama Islam. Begitu juga mengeluarkan mutiara dari laut adalah suatu mata pencaharian yang bukan sedikit mendatangkan untung. Sebab itu hendaklah kita kaum muslimin berusaha kejurusan itu, agar sempurna kita menurut yang termaktub di dalam Qur’an. Sebab itu diwajibkan kaum muslimin insaf akan hal ekonomi itu. [7]
f.      Menurut Tafsir al Karim al Rahman
Dikatakan bahwa Allah sendiri yang menyediakan kebutuhan yang bermacam-macam bagi manusia; dari berbagai jenis ikan, juga kapal-kapal yang berlayar dari satu negeri ke negeri lain dengan membawa barang-barang perdagangan dan para penumpang yang bepergian.[8]

g.     Menurut Ulama Tafsir Sayyid Quthb
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ adalah betapa sangat indahnya pemandangan di permukaan laut dengan kapal-kapal yang berlayar di atasnya. Kemudian untuk kelanjutan ayat ini dia mengungkapkan bahwa adalah merupakan kebutuhan yang dharuriy; seperti ikan-ikan yang ada di dalamnya, dan barang tambang yang dikandung bagi kebutuhan ummat manusia.[9]

VI.     Pesan Hukum Ayat Ekonomi
Dari ayat-ayat yang dipaparkan di atas kita melihat bahwa Allah SWT telah memberikan ayat-ayat yang cukup jelas tentang laut dan kemanfaatanya. Dimulai dari mengingatkan akan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa barang-barang dagangan sebagai aktivitas perdagangan mereka. Semua itu adalah satu di antara tanda kebesaran-Nya.

Kemudian Allah jualah yang menundukkan laut agar manusia dapat mengambil segala yang ada di dalamnya dengan cara langsung atau up date. Allah-lah yang telah menundukkan kapal dari segala goncangan ombak dan badai serta gangguan lain agar manusia dapat mengambil sebagian dari karunia-Nya.

Kebesaran-Nya menjadikan laut asin dan tawar untuk kehidupan manusia, agar manusia dapat memakan daging yang segar, mengambil perbendaharaan yang ada di dalam laut berupa; perhiasan dan barang tambang.

Penafsiran-penafsiran yang ada; lebih menekankan dari sisi akidah, tentang kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya dalam menundukkan lautan yang bisa tenang dan ganas, serta menundukkan kapal-kapal agar bisa berlayar di atas permukaannya. Ulasan ini kemudian dibawa untuk difikirkan bagi manusia apakah belum cukup semua ini menjadikan manusia bersyukur.

VII.  Pesan Ayat dan Kontekstualisasinya Dengan Persoalan Ekonomi
Dari ayat-ayat di atas yang membicarakan Potensi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, maka salah satu entry-point untuk memulai dan melangsungkan pembangunannya adalah pengembangan investasi di sektor ini, yang diyakini dapat menjadi industri kelautan yang kuat dan terintegrasi secara vertikal maupun horizontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok industri kelautan yakni:
a.       industri mineral dan energi laut,
b.      industri maritim termasuk industri galangan kapal,
c.       industri pelayaran,
d.      industri pariwisata, dan
e.       industri perikanan.

Berdasarkan pendekatan pembangunan industri yang terpadu, 5 (lima) kelompok industri kelautan tersebut memiliki saling keterkaitan satu dengan lainnya, yakni (1) sebagian dari konsumen industri mineral/energi dan industri maritim adalah industri perikanan, pelayaran dan pariwisata, (2) sebagian dari konsumen industri pelayaran adalah industri perikanan dan pariwisata, dan (3) sebagian dari konsumen industri perikanan adalah industri pariwisata.

Dalam kerangka ini maka industri perikanan dapat diproyeksikan sebagai salah satu lokomotif pembangunan keempat industri kelautan lainnya. Artinya apabila industri perikanan berkembang akan dapat menarik pertumbuhan keempat industri lainnya. Oleh karenanya, untuk membangun industri kelautan yang tangguh diperlukan industri perikanan yang kuat.

Dengan pemikiran tersebut, sudah sewajarnya apabila pembangunan perikanan menjadi prime mover dalam sektor ini. Lebih-lebih dalam situasi krisis ekonomi, usaha perikanan mampu bertahan, bahkan dapat menyumbangkan penerimaan devisa negara, utamanya usaha perikanan yang menghasilkan komoditas ekspor.[10]

Segenap pesan ayat tidak akan bisa menanggulangi masalah kemiskinan, jika pengelolaanya tidak juga diatur dengan cara yang benar “agama”, sebab fakta membuktikan bahwa selama ini kondisi para masyarakat peisisir juga belum banyak mengalami perubahan. Dan pijakan kebijakan penanggulangan kemiskinan ini juga bukan hanya dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun lebih ke arah individu masyarakat, sistem kapitalis terbukti tidak mampu merubah kemiskinan ini sebab akan berimbas pada semua potensi hanya ada pada orang-orang kaya, dimana hal ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman-Nya: dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang artinya:
”… Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. ”

An-Nabhani mengatakan bahwa kemiskinan yang harus dipecahkan adalah kemiskinan yang menimpa individu sehingga yang harus dilakukan adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya serta mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya, dan jalan untuk mencapainya adalah dengan menciptakan distribusi ekonomi yang adil di tengah-tengah masyarakat.[11]

Peran pemerintah dalam mengatur hajat hidup orang banyak ini juga ikut menentukan, anggaran pengelolaan kelautan harus senantiasa ditingkatkan sejalan dengan kemajuan yang yang akan dicapainya.[12]


VIII.    Kesimpulan dan Penutup
Dengan melihat paparan alQur’an di atas dapat kita simpulkan bahwa Islam telah memberikan gambaran secara jelas bahwa laut memberikan kemanfaatan yang luar biasa besar. Semua yang terkandung di dalamnya adalah untuk manusia agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia.

Bagi bangsa Indonesia pengelolaan yang baik dan sesuai aturan akan sangat mempengaruhi keberhasilan program pengentasan kemiskinan, lebih kusus masyarakat pesisir.

Tema yang digunakan dalam al Qur’an untuk menggambarkan laut cukup beragam, sementara untuk yang terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi dapat memberikan gambaran kepada kita akan sunber yang ada di dalamnya.

Adalah sebuah kewajiban untuk memakmurkan dunia dan seisinya, semua yang dilakukan agar difokuskan untuk mencoba mensyukuri segenap nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kita, manusia.

























Daftar Pustaka
Yunus, Prof. Dr. H. Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1993
Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an. Bandung : Mizan, 1997.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Semarang : Toha Putra, 1988.
Suwiknyo, Dwi, SEI., MSI. Kompilasi Tafsir Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Penerbit Lentera Hati, 2002
Bakry, H. Oemar.1981. Tafsir Rahmat. Jakarta.
Abdurrahman ibn Nashir as Sa’diy, Tafsir al Karim al Rahman, (Al Qahirah, Dar al manar, tt.).
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain. Bandung : Sinar Baru Algensindo Offset, 1997
Hamka, Prof. Dr. Tafsir al-Azhar. Jakarta : PT Pustaka Panjimas, 1992.
Quthb, Sayyid. Fi Dhilal al Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2000.
An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V. Surabaya: Risalah Gusti, 2000.



[1]Dwi Suwiknyo. Kompilaasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. h. 140
[4] Hasan, Abdul Halim. Tafsir al-Ahkam. Medan : Kencana, 2005.
[5] M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Penerbit Lentera Hati, 2002. h.547-549
[6] Dwi Suwiknyo. Kompilaasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. h.143-145
[7] Yunus, Prof. Dr. H. Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1993. h.381
[8] Abdurrahman ibn Nashir as Sa’diy, Tafsir al Karim al Rahman, (Al Qahirah, Dar al manar, tt.), h.436.
[9] Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 168, juz. 7.
[10] http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/r/rokhmin-dahuri/index2.shtml

[11] Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hal. 21-23.

[12] Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, mengusulkan peningkatan dana yang diambil dari APBN sebesar Rp 3,5 trilliun untuk tahun 2005. "Dana yang kita peroleh tahun ini cuma Rp 2 trilliun. Ini masih sangat kurang," ujarnya kepada Tempo News Room di Jakarta, Kamis (19/8).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar