I.
Pendahuluan
Kelautan yang di
dalamnya terdapat sector perikanan (fishery)
merupakan bagian dari sector ekonomi yang bertumpu pada hasil laut. Di
Indonesia menganut asas Zona Ekonomi Eksklusif yaitu suatu upaya untuk mengatur
pemanfaatan sumber daya kelautan yang dicetuskan dalam pertengahan dasawarsa
70-an, yang kemudian dikenal sebagai hak hukum nasional sampai 200 mil laut
dari garis pantai.
Produk
periklanan Indonesia
yang dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor terdiri atas beberapa jenis, yaitu
perikanan darat dan periklanan laut. Hasil periklanan darat berasal dari empang
dan tambang. Sedangkan hasil dari perikanan laut meliputi udang laut, tuna, fillet
kakap dan lainnya. Dan hasil laut selain perikanan adalah perhiasan seperti
mutiara dan marjan. [1]
Al-Qur’an
secara jelas memberikan peluang kepada manusia untuk menikmati kekayaan laut. Dari
6.236 ayat dalam al Qur’an sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang
laut dalam berbagai dimensinya; ada sebagai metafor keluasan ilmu-Nya, ada yang
menunjukkan kewilayahan dalam aktivitas dan tempat yang penuh resiko bagi yang
ada di dalamnya kecuali dengan penguasaan dari Allah swt. Dan beberapa ayat
yang secara khusus mengisayaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran
penduduk negeri.[2]
Tak cuma itu,
akurasi Alquran dalam membahas soal lautan juga terlihat dari perbandingan
jumlah ayat. Dalam Alquran terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang
kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya
menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu
identik dengan 28,22 persen dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata
memang 71,11 persen bumi ini berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.[3]
Adapun kata laut
yang digunakan al-Qur’an di antaranya abharin
disebutkan satu kali dalam QS. Lukman:27; gabungan bahra, bahri, bahru sebanyak 33 kali; bahrani satu kali yaitu QS. Fatir: 12; bahrayni empat kali dan biharu
dua kali. Ayat yang menjelaskan laut dalam arti kekayaan alam sebagai
sumber daya ekonomi telah dijelaskan dalam QS. an-Nahl:14, QS. al-Isra’:66, dan
QS. Fatir:12.
II.
Teks Ayat dan Terjemah
a.
Ayat Utama
QS.
An-Nahl [16] : 14
وَهُوَ
الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا
مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا
مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Dia-lah, Allah yang
menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang
segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS.
An-Nahl [16] : 14).
b.
Ayat Pendukung
QS.
Al Isra [17] : 66
رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي
الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-Kapal di lautan
untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Penyayang terhadapmu.(QS. Al
Isra [17] : 66).
QS.
Al Fathir [35] : 12
وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ
سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا
طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ
مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan tiada sama (antara)
dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit.
Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu
dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada
masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu
dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. (QS. Al Fathir [35] : 12).
III.
Makna Kosakata yang
Penting
a. Ayat Utama
QS. An-Nahl [16]
: 14
Al-bahra : lautan
Lita’kulu : agar kamu makan
Lahman : daging
Thariyyan : lembut/segar
Hilyatan : perhiasan
Al-fulka : bahtera
Mawakhira : berlayar
Wa litabtaghu : dan agar kamu mencari
Min fadhlihi : dari karunia-Nya
b. Ayat Pendukung
QS.
Al Isra [17] : 66
Al-fulka : kapal
Fil bahri : di laut
Litabtagu : agar kamu mencari
Min fadhlihi : dari sebagian
karunia-Nya.
QS.
Al Fathir [35] : 12
bahrani : dua laut
ta’kuluna : kamu makan
lahman : daging
watastakhrijuna : dan kamu mengeluarkan
hilyatan : perhiasan
al-fulka : kapal
mawakhira : membelah laut
litabtagu : supaya kamu mencari
min fadhlihi : dan sebagian karunia-Nya.
IV.
Makna Ijmali
a. Ayat Utama
QS. An-Nahl [16]
: 14
Dalam ayat ini, Allah SWT menyajikan dalil-dalil
tauhid dan kebersifatan Zat-Nya dengan sifat-sifat yang agung dan mulia, dengan
susunan bahasa indah yang memadukan dalalah
dan buatan atas yang membuat dalalah dan
dalalah nikmat atas yang memberi
nikmat. Kemudian Allah mengingatkan bahwa masing-masing dari semua ini
cukup memalingkan orang-orang musyrik dari kemusyrikan yang sedang mereka
lakukan. Dari ayat-ayat yang dipaparkan di atas kita melihat bahwa, Allah telah
memberikan ayat-ayat yang cukup jelas tentang laut, dan kemanfaatanya. Dimulai
dari mengingatkan akan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa
barang-barang dagangan sebagai aktivitas perdagangan mereka. Semua itu adalah
satu di antara tanda kebesaran-Nya.
Kemudian Allah
jualah yang menundukkan laut agar manusia dapat mengambil segala yang di
dalamnya dengan cara langsung atau up date. Allahlah yang telah menundukkan
kapal dari segala goncangan ombak dan badai serta gangguan lain agar manusia
dapat mengambil sebagian dari karunia-Nya.
Kebesaran-Nya
menjadikan laut asin dan tawar untuk kehidupan manusia, agar manusia dapat
memakan daging yang segar, mengambil perbendaharaan yang ada di dalam laut
berupa; perhiasan dan barang tambang.
Setiap kali
Allah membutakan mata mereka kepada sebagian dalil yang mereka lihat dan
saksikan. Allah mencela mereka karena apa yang mereka katakana dan perbuat,
Allah menjelaskan kepada mereka tentang kekufuran mereka terhadap nikmat
pemeliharaan dan pemberian petunjuk. Untuk membuktikan wujud-Nya, Allah
mengemukakan hujjah berupa penciptaan planet-planet, ikhwal manusia, ikhwal
hewan, ikhwal tumbuh-tumbuhan, kemudian ikhwal keempat unsur sebagai penutup
firman-Nya.
b. Ayat Pendukung
QS.
Al Isra [17] : 66
Manusia melihat
bukti-bukti kekuasaan Allah di daratan dan lautan bahwa Allah-lah yang
memperlayarkan bahtera untuknya. Sehingga ia dapat memindahkan rezeki dan
makanan-makanannya ke tempat yang jauh. Namun demikian, ternyata manusia kufur
terhadap nikmat Allah. Apabila ia ditimpa bahaya, dia berdoa pada TuhanNya,
tetapi bila bahaya itu telah aman, maka ia berpaling daripadaNya, lalu
menyembah pada patung-patung dan berhala-berhala. Apakah manusia itu merasa
aman tak ditelan oleh bumi, atau tak dikirimkan padanya angin keras yang
membawa batu-batu dari darat, atau angina topan di laut yang menenggelamkannya
karena kekafirannya. Dan apakah manusia telah lupa bahwa ia telah dilebihkan
oleh Allah atas semua makhlukNya yang lain,dan telah diluakan baginya rezekimu.
Kenakah tidak menyembah kepada Allah saja dan tunduk kepadaNYa sebagai imbalan
dari nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepada silih berganti.
QS.
Al Fathir [35] : 12
Setelah Allah
SWT menyebutkan dalil-dalil atas pasti terjadinya kebangkitan dan diberikan
pula oleh-Nya perumpamaan untuk hal itu dengan dihidupkan-Nya bumi yang mati
setelah dituruni hujan, maka dilanjutkan dengan menyebutkan tanda-tanda bukti
yang bermacam-macam atas keesaan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya dengan
diciptakan hal-hal yang sama jenisnya namun berbeda kegunaannya. Contoh lain
adalah air yang tawar lagi segar yang mengalir di dusun-dusun dan kota-kota di
berbagai hutan, padang-padang belantara, yang dengan air itu manusia dan
binatang memperolehminuman dan digunakan untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang
mengandung makanan bagi manusia dan binatang. Sedang yang lain adalah air asin
lagi pahit dan dilewati oleh kapal-kapal besar dan dapat dikeluarkan dari
padanya mutiara dan marjan. Dan dari masing-masing air itu kita dapat memakan
daging segar yang lezat bagi siapa pun yang memakannya.
V.
Makna Rinci
QS. An-Nahl [16]
: 14
a.
Menurut Tafsir Azhar
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا
“Dan Dialah yang
menyediakan lautan supaya kamu makan daripadanya daging yang empuk...” Di ayat
ini ditarik perhatian kita kepada soal laut dan terlebih dahulu soal ikan.
Disebut keistimewaan dari daging ikan laut, yaitu empuknya, tidak pernah keras
atau kejang atau liat. Kata yang sedikit ini saja sudah dapat berlarut-larut
kepada usaha mempertinggi hasil ikan laut dan memperbaiki alat-alat
penangkapannya.
وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ
حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا
“Dan supaya kamu
keluarkan daripadanya perhiasan yang akan kamu pakai dia.” Yaitu mutiara,
merjan, giwang dari lokan dan karab. Itulah barang-barang mahal yang dihasilkan
dari lautan untuk manusia.
وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ
فِيهِ
“Dan engkau lihat kapal mengaharungi padanya.”
Alat pengangkutan penting yang telah ada di dunia sejak beribu-ribu tahun yang
telah lalu, mengharungi lautan menghubungkan benua dengan benua, pulau dengan
pulau, membawa pindah boyongan manusia dari benua ke benua, sehingga ahli-ahli
ilmu pertumbuhan bangsa-bangsa (Antropologi), ahli Sejarah Bangsa, ahli ilmu
bumi dan lain-lain telah mencari hubungan di antara bangsa-bangsa yang sekarang
berjauhan letak negerinya, padahal satu rumpun juga bangsanya. Seumpama
keturunan kaum Aria yang berasal dari daratn tinggi Iran, menyebar ke India dan
menyebar ke Eropa, sehingga dapat kita ketahui bahwa bangsa Iran (Persia)
sekarang ini adalah satu nenek dengan bangsa Inggris. Dan bangsa Aria di Eropa
adalah berasal dari Asia. Demikian juga Indian
Amerika, ada kemungkinan berasal dari bangsa-bangsa Melayu.
Tiliklah betapa
berjauhan negeri itu. Mengapa orang Asia sampai ke Eropa dan orang Malaysia
(Rumpun-rumpun bangsa Melayu) sampai ke Amerika jadi orang Indian? Ialah karena
hubungan kapal sudah lama ada di dunia ini.
وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan supaya kamu
cari karuniaNya dan supaya kamu bersyukur.”
Dalam
membicarakan lautan dan ikannya, mutiara dan merjan, serta membicarakan
kepentingan kapal, Tuhan di akhir ayat telah menganjurkan memakai kesempatan
mencari karunia Tuhan dengan mempergunakan kapal itu. Bertemulah dalam ayat ini
kenyataan bahwa menjadi Muslim haruslah mempunyai kearifan hidup.
Mengembaralah, berlayarlah, berniagalah, jadi nelayanlah. Dan ujungnya?
Ujungnya ialah bersyukur kepada Tuhan.
Barulah timbul
syukur setelah apa yang diusahakan berhasil. Nyata sekali dalam ayat ini bahwasanya orang yang malas dan yang hanya
terbenam dalam daerah tempat tinggalnya, tidaklah akan mendapatkan karunia
Ilahi itu. Allah sudah menakdirkan bahwasanya tanah daratn itu hanyalah
seperlima dari bumi, sedang yang empat perlima adalah lautan. Dengan
ketangkasan dan kecerdasan, mengembara dan bergiat terbukalah pintu kehidupan,
berhubunganlah di antara manusia sesame manusia dari benua ke benua. Dengan
demikian timbullah syukur kepada Tuhan. [4]
b.
Menurut Tafsir Maraghi
وَهُوَ الَّذِي
سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا
Disifatinya ikan
dengan ‘yang segar’ untuk mengingatkan bahwa seyogyanya ia dimakan dengan
segera, karena ia akan cepat rusak dan berubah. Ilmu kedokteran telah
menetapkan bahwa memakannya setelah hilang kesegarannya termasuk makanan yang
paling berbahaya. Maka, Maha Suci Allah yang mengetahui makhluk-Nya dan apa
yang memberikan kemudharatan serta manfaat dalam menggunakannya. Di sini juga
terdapat isyarat kepada kesempurnaan kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan
benda yang manis dan segar di dlaam air yang pahit dan tidak diminum.
Ulama telah
menghukumi makruh memakan ikan yang terapung di atas permukaan air,yaitu yang
mati secara biasa di dalam air lalu mengapung di atas permukaannya. Hokum ini
didasarakan atas hadits Jabir dari Nabi Saw :
ﻣﺎﻧﻀﺐ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻓﻜﻠﻮﺍ, ﻭﻣﺎ ﻟﻔﻆﻪ ﻓﻜﻠﻮﺍ, ﻭﻣﺎ ﻃﻓﺎ ﻓﻼ ﺗﺄﻛﻠﻮﺍ
“Apa (ikan) yang
(mati) karena kekeringan air, makanlah; apa yang mati karena dihempaskan oleh
air, makanlah; apa yang terapung, jangan kalian makan.”
Adalah apa yang
mati karena dihempaskan olehnya, bukan yang mati di dalamnya tanpa penyakit.
وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا
Dari padanya
kalian mengeluarkan perhiasan yang kalian pakai, seperti mutiara yang
diciptakan di dlaam lokalnya dan hidup di lautan, terutama di lautan Hindia dan
biji-biji mutiara yang tumbuh di dasarnya. Banyak terdapat lading biji mutiara
di Laut Putih Tengah di depan Tunisia
dan Aljazair. Manakala telah sempurna masaknya, mak dipanen oelh Prancis, lalu
dijual kepada kaum muslimin, sedang mereka tidak mengetahui ikhwalnya sedikit
pun. Seakan mereka tidak pernah membaca al-Qur’an dan tidak diciptakan di bumi
ini. Seakan mereka berkata,”Ya Tuhan, kami tidak mengeluarkan, tetapi
membelinya dari orang-orang yang mengeluarkannya dari bumi.” Seakan mereka
bukan orang-orang yang diseur untuk mengeluarkannya secara mubah. Oleh sebab
itu, mereka mengharamkannya atas diri mereka apa yang telah Allah halalkanbagi
mereka. Pada tahun 1886, biji mutiara yang dikeluarkan mencapai 778.000 kg yang
berharga 5.750.000 Franc.
وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ
Kamu melihat
bahtera-bahtera berlayar di lautan dan membelanya dengan kepalanya, pulang
pergi dari satu belahan bumi ke belahan bumi yang lain, dari satu negeri ke
negeri yang lain dan dari satu daerah ke daerah yang lain, untuk membawa apa
yang ada di sana ke sini dan apa yang ada di sini ke sana. Karena itu Allah berfirman :
وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
Agar kalian
mencari karunia dan rezeki Allah dengan menaiki bahtera-bahtera itu untuk
keperluan dagang dan lainya.
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan agar kalian
bersyukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah Dia limpahkan kepada kalian,
karena Dia telah menjadikan pengendaraan laut -meski ia dapat membinasakan-
sebagai jalan untuk memperoleh manfaat dan penghidupan tanpa butuh untuk
bermukin, berpindah tempat, beristirahat, dan menetap. Sekiranya Allah tidak
menundukkannya kepada kalian, tentulah kalian tidak dapat mengambil manfaat
daripadanya.
Alangkah
indahnya perumpamaan yang dialunkan oleh penyair :
ﻭﺇﻧﺎ ﻟﻓﯽ ﺍﻟﺪﻧﯿﺎ ﻛﺮﻛﺐ ﺳﻔﯿﻨﺔ ﻧﻆﻦ ﻭﻗﻮﻓﺎ ﻭﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺑﻨﺎ ﻳﺴﺮﯼ
“Kita di dunia
bagaikan mengendarai bahtera. Kita mengira berhenti, padahal zaman terus
membawa kita.”
c.
Menurut Tafsir
Al-Misbah
Melalui surat an-Nahl ayat 14,
diuraikan apa yang terdapat “di dalam air” lagi tertutup olehnya. Ayat ini
menyatakan bahwa: Dan Dia, yakni
Allah SWT, yang menundukkan lautan dan sungai serta menjadikannya arena hidup
binatang dan tempatnya tumbuh berkembang serta pembentukan aneka perhiasan. Itu
dijadikan demikian agar kamu dapat
menangkap hidup-hidup atau yang mengapung dari ikan-ikan dan sebangsanya yang
berdiam di sana
sehingga kamu dapat memakan darinya
daging yang segar, yakni binatang-binatang laut itu, dan kamu dapat mengeluarkan,
yakni mengupayakan dengan cara bersungguh-sungguh untuk mendapatkan darinya, yakni dari laut dan sungai itu perhiasan yang kamu pakai, seperti permata, mutiara, merjan dan
sebagainya.
Dan di samping itu, kamu melihat, wahai yang dapat melihat, menalar dan merenung,
betapa kuasa Allah SWT sehingga bahtera
dapat berlayar padanya, membawa barang-barang dan bahan makanan, kemudian betapa
beratnya bahtera itu, ia tidak tenggelam, sdang air yang dilaluinya sedemikian
lunak. Allah menundukkan itu agar kamu memanfaatkannya dan agar kamu bersungguh-sungguh
mencari rezeki, sebagian dari karunia-Nya itu dan agar kamu terus-menerus bersyukur, yakni menggunakan anugerah
itu sesuai dengan tujuan penciptaannya untuk kepentingan kamu dan
generasi-generasi sesudah kamu dan juga untuk makhluk-makhluk selain kamu.
Kata tastakhrijun terambil dari
akhraja yang berarti mengeluarkan. Penambahan huruf sin dan ta’ pada kata itu mengisyaratkan
upaya sungguh-sungguh. Ini berarti untuk memperoleh perhiasan itu dibutuhkan
upaya melebihi upaya menangkap ikan, apalagi ikan-ikan yang mati dan telah
mengapung di lautan atau terdampar di darat. Pendapat ini lebih baik dari
pendapat Ibn ‘Asyur yang memahani penambahan tersebut dalam arti banyak, yakni memperoleh dari lautan
perhiasan yang banyak.
Al-Biqa’I memahami kalimat hilyatan
talbasunaha/perhiasan yang kamu pakai, yang menggunakan bentuk redaksi
maskulin (ditujukan kepada pria) padahal menurutnya perhiasan itu dipakai oleh
para wanita, sebagai isyarat tentang kesatuan pria dan wanita dan bahwa mereka
adalah bagian dari pria (sebagaimana
pria bagian dari wanita). Dari sini, kalaupun wanita yang memakainya, itu
karena makna kesatuan tersebut adalah bagian pria yang memakainya. Ibn ‘Asyur
memahaminya sebagai taghlib, yakni penilaian banyak, walaupun kebanyakan
perhiasan dipakai oleh wanita kecuali cincin dan hiasan pedang. Demikian
tulisnya. Bahkan cincinpun lebih banyak dipakai oleh wanita. Walau memang
banyak lelaki yang memakainya. Agaknya, pendapat al-Biqa’i di atas lebih tepat
dari pendapat Ibn ‘Asyur itu. Atau, dapat juga dikatakan bahwa karena pada
umumnya lelaki yang menguasahakan perolehan perhiasan itu, baik dengan mencari
bahan mentahnya maupun dengan mengolah atau membelinya, redaksi ayat ini
ditujukan kepada lelaki. Demikian kesan M.Quraish Shihab.
Penggalan ayat ini juga menunjukkan betapa kuasa allah SWT. Dia
menciptakan batu-batu dan mutiara yang demikian kuat serta sangat jernih di
satu areal yang sangat lunak yang bercampur dengan aneka sampah dan kotoran.
Kata mawakhir terambil dari
kata al-makhr yaitu pelayaran bahtera
membelah laut ke kiri dan ke kanan menghadapi angin sehingga memperdengarkan
suara yang menakjubkan.
Kata tara/kamu lihat ditujukan
kepada siapa pun yang dapat melihat dengan pandangan mata atau dengan nalar.
Penggunaan kata ini dimaksudkan sebagai anjuran untuk melihat dan merenung
betapa indah serta mengagumkan objek tersebut. Redaksi melihat, apalagi dalam bentuk pertanyaan, sering kali digunakan
al-Qur’an untuk maksud dorongan merenung dan memerhatikan sesuatu yang aneh
atau menakjubkan.
Kalimat litabtaghu min fadhlihi/agar
kamu bersungguh-sungguh mencari (sebagian) dari karunia-Nya dipahami oleh
sementara ulama-seperti Ibn ‘Asyur- dalam arti terbatas, yakni hanya pada perdagangan, sambil menunjuk kepada
firman-Nya:
ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺟﻨﺎﺡ ﺃﻥ ﺗﺒﺘﻐﻮﺍ ﻓﻀﻼ ﻣﻦ ﺭﺑﻜﻢ
“Tidak ada dosa atas kamu mencari anugerah
(karunia) dari Tuhan kamu,” yakni pada musim haji dalam QS. al-Baqarah
[2]:198. namun demikian, pembatasan ini tanpa satu alasan. Memahaminya secara
umum dalam berbagai aktivitas, dagang atau jasa, atau apa pun yang halal, baik
pada musim haji -sebagaimana konteks oleh ayat al-Baqarah di atas- maupun di
luar musim itu, sebagaimana yang dimaksud oelh ayat 14 ini, justru lebih baik
karena sejalan dengan bunyi redaksinya yang bersifat umum. [5]
d.
Menurut Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam
Allah
menjelaskan bahwa Dia telah mengendalikan lautan untuk manusia. Termasuk juga
pengendalian isi laut yang dapat dipergunakan manusia sebagai bagian dari
karunia-Nya kepada manusia. Seperti daging-daging lembut dari cumi-cumi, udang
laut, ikan laut dan lainnya (sea food),
لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا
“lita’kulu minhu lahman thariyyan.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Ibnu Syaibah bahwa Rasulullah SAW
bersabda,”huwaththahuru ma’uhulhillu
maitatuhu” yang artinya air laut itu suci airnya dan halal dagingnya.
Bangkai binatang air laut yang halal dimakan adalah binatang yang ditangkap
manusia, uang terlempar ke daratan dan bukan bangkai binatang laut yang
membusuk.
Selain memakan
daging lembut dari binatang laut, menusia juga bisa mempergunakan perhiasan
seperti mutiara laut,
حِلْيَةً
تَلْبَسُونَهَا
”hilyatan talbasunaha.” Perhiasan lainnya adalah marjan sebangsa
tumbuh-tumbuhan yang hidup di dasar laut yang mirip karang. Marjan dapat
dikelola oelh manusia sehingga dapat digunakan untuk perhiasan seperti kalung
atau gelang.
Kenikmatan lain
yang diberikan Allah melalui lautan yaitu aman untuk berlayar menggunakan
perahu,
مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ
”mawakhira fiha wa litabtaghu min fadhlihi.” Manusia dapat
menggunakan lautan sebagai sarana transportasi untuk tujuan pariwisata, militer
atau perdagangan. Misalnya untuk perdagangan antarpulau atau antarnegara
sehingga menghasilkan keuntungan. Semua sumber daya kelautan tersbut diciptakan
untuk manusia sehingga dapat bersyukur, وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “ wa la’allakum tasykuruna.” [6]
e.
Menurut Tafsir Qur’anul
Karim
Allah menjadikan
laut supaya kamu dapat menangkap ikan yang di dalamnya, untuk makanan kamu dan
mengeluarkan mutiara untuk perhiasan. Di
sana engkau
lihat kapal berlayar dengan kencangnya, guna mencari rezeki dan penghidupanmu
moga-moga kamu mengucapkan terima kasih kepada allah. Dalam ayat ini terang
benar kepada kita bahwa agama Islam mementingkan benar dari hal ekonomi, yaitu
sebagian kita berusaha menangkap ikan (memukat). Bukan saja dengan perkakas yang
lama, melainkan juga dengan alat-alat modern, sebagaimana yang diperbuat oleh
orang Japan. Maka bukanlah usaha memukat ikan itu pekerjaan yang hina,
melainkan adalah suruhan agama Islam. Begitu juga mengeluarkan mutiara dari
laut adalah suatu mata pencaharian yang bukan sedikit mendatangkan untung.
Sebab itu hendaklah kita kaum muslimin berusaha kejurusan itu, agar sempurna
kita menurut yang termaktub di dalam Qur’an. Sebab itu diwajibkan kaum muslimin
insaf akan hal ekonomi itu. [7]
f. Menurut Tafsir al Karim al Rahman
Dikatakan bahwa
Allah sendiri yang menyediakan kebutuhan yang bermacam-macam bagi manusia; dari
berbagai jenis ikan, juga kapal-kapal yang berlayar dari satu negeri ke negeri
lain dengan membawa barang-barang perdagangan dan para penumpang yang
bepergian.[8]
g.
Menurut Ulama Tafsir Sayyid Quthb
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ adalah betapa sangat indahnya pemandangan di permukaan laut
dengan kapal-kapal yang berlayar di atasnya. Kemudian untuk kelanjutan ayat ini
dia mengungkapkan bahwa adalah merupakan kebutuhan yang dharuriy; seperti
ikan-ikan yang ada di dalamnya, dan barang tambang yang dikandung bagi
kebutuhan ummat manusia.[9]
VI. Pesan Hukum Ayat Ekonomi
Dari ayat-ayat
yang dipaparkan di atas kita melihat bahwa Allah SWT telah memberikan ayat-ayat
yang cukup jelas tentang laut dan kemanfaatanya. Dimulai dari mengingatkan akan
kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa barang-barang dagangan
sebagai aktivitas perdagangan mereka. Semua itu adalah satu di antara tanda
kebesaran-Nya.
Kemudian Allah
jualah yang menundukkan laut agar manusia dapat mengambil segala yang ada di
dalamnya dengan cara langsung atau up date. Allah-lah yang telah menundukkan
kapal dari segala goncangan ombak dan badai serta gangguan lain agar manusia
dapat mengambil sebagian dari karunia-Nya.
Kebesaran-Nya
menjadikan laut asin dan tawar untuk kehidupan manusia, agar manusia dapat
memakan daging yang segar, mengambil perbendaharaan yang ada di dalam laut
berupa; perhiasan dan barang tambang.
Penafsiran-penafsiran
yang ada; lebih menekankan dari sisi akidah, tentang kebesaran Allah dan
kekuasaan-Nya dalam menundukkan lautan yang bisa tenang dan ganas, serta
menundukkan kapal-kapal agar bisa berlayar di atas permukaannya. Ulasan ini
kemudian dibawa untuk difikirkan bagi manusia apakah belum cukup semua ini
menjadikan manusia bersyukur.
VII. Pesan Ayat dan Kontekstualisasinya Dengan Persoalan Ekonomi
Dari ayat-ayat di atas yang membicarakan Potensi
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, maka salah satu entry-point untuk
memulai dan melangsungkan pembangunannya adalah pengembangan investasi di
sektor ini, yang diyakini dapat menjadi industri kelautan yang kuat dan
terintegrasi secara vertikal maupun horizontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok industri
kelautan yakni:
a.
industri mineral dan energi laut,
b.
industri maritim termasuk industri
galangan kapal,
c.
industri pelayaran,
d.
industri pariwisata, dan
e.
industri perikanan.
Berdasarkan pendekatan pembangunan industri yang
terpadu, 5 (lima) kelompok industri kelautan tersebut memiliki saling
keterkaitan satu dengan lainnya, yakni (1) sebagian dari konsumen industri
mineral/energi dan industri maritim adalah industri perikanan, pelayaran dan
pariwisata, (2) sebagian dari konsumen industri pelayaran adalah industri
perikanan dan pariwisata, dan (3) sebagian dari konsumen industri perikanan
adalah industri pariwisata.
Dalam kerangka ini maka industri perikanan dapat
diproyeksikan sebagai salah satu lokomotif pembangunan keempat industri
kelautan lainnya. Artinya apabila industri perikanan berkembang akan dapat
menarik pertumbuhan keempat industri lainnya. Oleh karenanya, untuk membangun
industri kelautan yang tangguh diperlukan industri perikanan yang kuat.
Dengan pemikiran tersebut, sudah sewajarnya apabila
pembangunan perikanan menjadi prime mover dalam sektor ini. Lebih-lebih
dalam situasi krisis ekonomi, usaha perikanan mampu bertahan, bahkan dapat
menyumbangkan penerimaan devisa negara, utamanya usaha perikanan yang
menghasilkan komoditas ekspor.[10]
Segenap pesan
ayat tidak akan bisa menanggulangi masalah kemiskinan, jika pengelolaanya tidak
juga diatur dengan cara yang benar “agama”, sebab fakta membuktikan bahwa
selama ini kondisi para masyarakat peisisir juga belum banyak mengalami
perubahan. Dan pijakan kebijakan penanggulangan kemiskinan ini juga bukan hanya
dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun lebih ke arah individu masyarakat,
sistem kapitalis terbukti tidak mampu merubah kemiskinan ini sebab akan
berimbas pada semua potensi hanya ada pada orang-orang kaya, dimana hal ini
sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana firman-Nya: dalam surat al-Hasyr ayat
7 yang artinya:
”… Supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
”
An-Nabhani
mengatakan bahwa kemiskinan yang harus dipecahkan adalah kemiskinan yang
menimpa individu sehingga yang harus dilakukan adalah menjamin pemenuhan
kebutuhan pokoknya serta mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersiernya, dan jalan untuk mencapainya adalah dengan menciptakan distribusi
ekonomi yang adil di tengah-tengah masyarakat.[11]
Peran pemerintah
dalam mengatur hajat hidup orang banyak ini juga ikut menentukan, anggaran
pengelolaan kelautan harus senantiasa ditingkatkan sejalan dengan kemajuan yang
yang akan dicapainya.[12]
VIII.
Kesimpulan dan Penutup
Dengan melihat paparan alQur’an di atas dapat kita
simpulkan bahwa Islam telah memberikan gambaran secara jelas bahwa laut
memberikan kemanfaatan yang luar biasa besar. Semua yang terkandung di dalamnya
adalah untuk manusia agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran manusia.
Bagi bangsa Indonesia pengelolaan yang baik dan
sesuai aturan akan sangat mempengaruhi keberhasilan program pengentasan
kemiskinan, lebih kusus masyarakat pesisir.
Tema yang digunakan dalam al Qur’an untuk
menggambarkan laut cukup beragam, sementara untuk yang terkait dengan
eksplorasi dan eksploitasi dapat memberikan gambaran kepada kita akan sunber
yang ada di dalamnya.
Adalah sebuah kewajiban untuk memakmurkan dunia dan
seisinya, semua yang dilakukan agar difokuskan untuk mencoba mensyukuri segenap
nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kita, manusia.
Daftar Pustaka
Yunus, Prof. Dr.
H. Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta : PT Hidakarya
Agung, 1993
Shihab, M.
Quraish. Wawasan al-Qur’an. Bandung : Mizan, 1997.
Al-Maragi, Ahmad
Mustafa. Tafsir al-Maraghi. Semarang : Toha Putra,
1988.
Suwiknyo, Dwi,
SEI., MSI. Kompilasi Tafsir Ayat Ekonomi
Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
Shihab, M.
Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Penerbit Lentera
Hati, 2002
Bakry, H. Oemar.1981. Tafsir Rahmat. Jakarta.
Abdurrahman ibn Nashir as
Sa’diy, Tafsir al Karim al Rahman,
(Al Qahirah, Dar al manar, tt.).
Al-Mahalli, Imam
Jalaluddin. Tafsir Jalalain. Bandung : Sinar Baru
Algensindo Offset, 1997
Hamka, Prof. Dr. Tafsir al-Azhar. Jakarta : PT Pustaka Panjimas, 1992.
Quthb, Sayyid. Fi
Dhilal al Qur’an, Jakarta:
Gema Insani, 2000.
An-Nabhani, Taqyuddin.
Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham
al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V. Surabaya: Risalah Gusti, 2000.
[1]Dwi Suwiknyo. Kompilaasi Tafsir
Ayat-Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. h. 140
[4] Hasan,
Abdul Halim. Tafsir al-Ahkam. Medan : Kencana, 2005.
[5] M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. Jakarta : Penerbit Lentera Hati, 2002.
h.547-549
[6] Dwi Suwiknyo. Kompilaasi Tafsir
Ayat-Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. h.143-145
[7] Yunus, Prof. Dr. H. Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta
: PT Hidakarya Agung, 1993. h.381
[8] Abdurrahman ibn Nashir as Sa’diy, Tafsir al Karim al Rahman, (Al
Qahirah, Dar al manar, tt.), h.436.
[9] Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani,
2000), h. 168, juz. 7.
[11] Taqyuddin
an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (an-Nizham
al-Iqtishadi), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. V, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), hal. 21-23.
[12] Menteri Kelautan dan
Perikanan, Rokhmin Dahuri, mengusulkan peningkatan dana yang diambil dari APBN
sebesar Rp 3,5 trilliun untuk tahun 2005. "Dana yang kita peroleh tahun
ini cuma Rp 2 trilliun. Ini masih sangat kurang," ujarnya kepada Tempo
News Room di Jakarta, Kamis (19/8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar